Saat manusia terjaga dan melakukan banyak
aktivitas, setan senantiasa bersiap siaga untuk menggoda dan
menjerumuskan kita. Ketika manusia rehat setelah seharian menjalankan
berbagai aktivitas, setan pun bersiaga untuk menggoda kita sehingga
lalai dari melakukan ibadah kepada Allah Ta’ala.
Jika demikian, bagaimana cara melawan
bisikan setan yang senantiasa dilancarkan bahkan saat kita sedang
tertidur tanpa kesadaran?
“Cara melawan bisikan setan,” demikian
ungkap Imam al-Harits al-Muhasibi, “adalah membandingkan agungnya nikmat
akhirat dengan remehnya nikmat duniawi.” Hal ini akan membuat kita
tersadar bahwa hidup hanyalah sementara dan hina, sedangkan akhirat
adalah selamanya dan penuh kenikmatan tiada bandingnya.
Makanan, minuman, hiburan, syahwat, dan
apa pun yang kita nikmati di dunia ini, ada batasannya. Seenak apa pun
makanan dan minuman, ianya akan berhenti saat perut kita merasakan
kenyang dan tidak bisa diisi lagi.
Senikmat apa pun pelampiasan syahwat,
ianya akan berhenti saat mencapai puncak, tenaga terkuras, lalu lemah
menghinggapi diri. Sedangkan hiburan, seseru dan seheboh apa pun, ianya
akan sertamerta berhenti ketika kita merasa lelah, bosan, lalu tertidur.
Sedangkan akhirat, nikmatnya abadi.
Makan, minum, hubungan suami-istri, dan hiburan; semuanya tanpa batas.
Tidak ada buang air besar atau kecil, dan pengeluaran zat-zat
menjijikkan lainnya. Semuanya akan menjadi keringat yang wangi bak
minyak kasturi. Semua nikmat pun disediakan tanpa kesusahan untuk
mendapatkannya.
Ianya digambarkan sebagai nikmat yang
tidak pernah didengar, belum pernah dirasa, dan tiada pernah dibayangkan
sebelumnya. Sempurna. Tiada cela, cacat, atau kekurangan.
Membiasakan diri memikirkan akhirat juga
membuat kita abai terhadap dunia yang sementara. “Jika engkau terbiasa
memikirkan akhirat,” demikian nasihat Imam al-Harits al-Muhasibi,
“niscaya Allah Ta’ala akan mengganti keinginan untuk bermaksiat dengan
indahnya ibadah dan harapan pahala di akhirat.”
Jiwa hanya diisi oleh satu di antara dua
hal; baik atau buruk. Jiwa-jiwa yang suci tidak akan pernah tertarik
dengan segala sesuatu yang hina. Hati yang sibuk dengan dzikir, ibadah,
dan memikirkan akhirat serta berupaya sekuat tenaga untuk menggapainya,
ia tidak akan pernah melirik, tertarik, apalagi berhasrat dengan maksiat
yang berdosa, hina, dan menjijikkan.
Semoga Allah Ta’ala menyibukkan kita
dengan amalan akhirat, hingga setan tak kuasa menyentuh hati kita dengan
bisikannya yang terkutuk. Aamiin. [Pirman/Kisahikmah]
Saat manusia terjaga dan melakukan banyak
aktivitas, setan senantiasa bersiap siaga untuk menggoda dan
menjerumuskan kita. Ketika manusia rehat setelah seharian menjalankan
berbagai aktivitas, setan pun bersiaga untuk menggoda kita sehingga
lalai dari melakukan ibadah kepada Allah Ta’ala.
Jika demikian, bagaimana cara melawan
bisikan setan yang senantiasa dilancarkan bahkan saat kita sedang
tertidur tanpa kesadaran?
“Cara melawan bisikan setan,” demikian
ungkap Imam al-Harits al-Muhasibi, “adalah membandingkan agungnya nikmat
akhirat dengan remehnya nikmat duniawi.” Hal ini akan membuat kita
tersadar bahwa hidup hanyalah sementara dan hina, sedangkan akhirat
adalah selamanya dan penuh kenikmatan tiada bandingnya.
Makanan, minuman, hiburan, syahwat, dan
apa pun yang kita nikmati di dunia ini, ada batasannya. Seenak apa pun
makanan dan minuman, ianya akan berhenti saat perut kita merasakan
kenyang dan tidak bisa diisi lagi.
Senikmat apa pun pelampiasan syahwat,
ianya akan berhenti saat mencapai puncak, tenaga terkuras, lalu lemah
menghinggapi diri. Sedangkan hiburan, seseru dan seheboh apa pun, ianya
akan sertamerta berhenti ketika kita merasa lelah, bosan, lalu tertidur.
Sedangkan akhirat, nikmatnya abadi.
Makan, minum, hubungan suami-istri, dan hiburan; semuanya tanpa batas.
Tidak ada buang air besar atau kecil, dan pengeluaran zat-zat
menjijikkan lainnya. Semuanya akan menjadi keringat yang wangi bak
minyak kasturi. Semua nikmat pun disediakan tanpa kesusahan untuk
mendapatkannya.
Ianya digambarkan sebagai nikmat yang
tidak pernah didengar, belum pernah dirasa, dan tiada pernah dibayangkan
sebelumnya. Sempurna. Tiada cela, cacat, atau kekurangan.
Membiasakan diri memikirkan akhirat juga
membuat kita abai terhadap dunia yang sementara. “Jika engkau terbiasa
memikirkan akhirat,” demikian nasihat Imam al-Harits al-Muhasibi,
“niscaya Allah Ta’ala akan mengganti keinginan untuk bermaksiat dengan
indahnya ibadah dan harapan pahala di akhirat.”
Jiwa hanya diisi oleh satu di antara dua
hal; baik atau buruk. Jiwa-jiwa yang suci tidak akan pernah tertarik
dengan segala sesuatu yang hina. Hati yang sibuk dengan dzikir, ibadah,
dan memikirkan akhirat serta berupaya sekuat tenaga untuk menggapainya,
ia tidak akan pernah melirik, tertarik, apalagi berhasrat dengan maksiat
yang berdosa, hina, dan menjijikkan.
Semoga Allah Ta’ala menyibukkan kita
dengan amalan akhirat, hingga setan tak kuasa menyentuh hati kita dengan
bisikannya yang terkutuk. Aamiin. [Pirman/Kisahikmah /IKB]
No comments:
Post a Comment