Friday, 20 November 2015

Pakai Hijab Motif Bendera Negara, Muslimah AS Malah Dikritik


Seorang Muslimah Amerika Serikat membuat sensasi dengan menggunakan hijab bermotif bendera AS. Aksi itu dilakukan saat menjadi narasumber diskusi di program The Kelly File yang tayang di Fox News. 
Pada saat tayangan Rabu, 18 November 2015 itu, muslimah bernama Saba Ahmed itu mengatakan, pemakaian hijab bermotif bendera AS itu karena rasa patriotismenya.
"Saya bangga menjadi warga negara Amerika Serikat. Saya cinta dengan bendera ini. Itulah mengapa saya memakai bendera ini sebagai hijab," jelas perempuan yang juga menjabat sebagai Presiden Koalisi Muslim Republik ini.
Saba menambahkan, dengan menggunakan hijab bermotif bendera AS dirinya ingin menunjukkan Muslim Amerika juga memiliki sikap patriotisme.
"Kami ingin hidup dengan damai. Dan apa yang ISIS lakukan bukanlah representasi dari agama Islam. Kita seharusnya tidak menggeneralisir keburukan sedikit orang,"
Kedatangan Saba dalam acara itu sebetulnya untuk memberikan pendapat atas rencana kontroversial calon presiden Donald Trump. Calon presiden dari Partai Republik itu berencana akan menutup masjid yang terhubung dengan jaringan terorisme.
Meski begitu, berbagai komentar dari netizen pun terus mengalir atas tindakannya. Beberapa netizen mendukung apa yang dilakukan Saba.
"Hijab yang dikenakan Saba meruntuhkan Islamophobia di AS," tulis @Aneska Zharkov.
Tapi tak sedikit komentar yang mengkritiknya. Bahkan cenderung menyudutkannya.
"Ini bukanlah saatnya Muslim mengenakan hijab bermotif bendera AS. Waktunya tidak tepat," tulis Rebecca Boudreux.

(Ism, Sumber: nydailynews)

Kisah Wanita Tercantik Makkah dan 'Ubaid bin ‘Umair


Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah didalam kitabnya 'Raudhatul Muhibbin Wa Nuzhatul Musytaqin' mengisahkan:

Abul Faraj dan lain-lainnya telah meriwayatkan kisah berikut:

Dahulu di Makkah pernah ada seorang wanita cantik; dia telah bersuami. Pada suatu hari dia bercermin, lalu dia terkagum-kagum sendiri dengan kecantikannya. Maka berkatalah ia kepada suaminya: "Apakah engkau berpendapat ada seorang laki-laki yang melihat wajah ini tetapi tidak tergoda?" Suaminya menjawab: "Ya, ada". Ia bertanya, "Siapa Orangnya". Suaminya menjawab: "'Ubaid bin ‘Umair." Wanita itu berkata: "Kalau begitu izinkan saya untuk menggodanya." Suaminya menjawab: "Silahkan jika itu maumu."

Maka datanglah wanita itu untuk menjumpai ‘Ubaid bin ‘Umair seolah-olah hendak meminta fatwa kepadanya. Maka 'Ubaid berduaan dengan wanita itu disalah satu sudut Masjidil Haram dan wanita itu membuka cadar penutup wajahnya sehingga wajahnya nan cantik bak rembulan pada malam purnama terlihat oleh 'Ubaid. Melihat sikap wanita seperti demikian, 'Ubaid berkata kepadanya: "Wahai perempuan hamba Allah, tutuplah wajahmu!"

Wanita itu berkata: "Sesungguhnya aku sudah sejak lama menyukaimu."

‘Ubaid berkata: "Aku akan mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu tentang sesuatu. Jika engkau menjawabnya dengan jujur, niscaya aku akan pertimbangkan usulanmu itu."

Wanita itu berkata: "Tidaklah sekali-kali engkau bertanya kepadaku tentang sesuatu, melainkan akun akan menjawabnya dengan sejujurnya berkata jujur kepadamu”.

‘Ubaid bertanya: ‘Jawablah aku, seandainya malaikat maut datang kepadamu untuk mencabut nyawamu, apakah kamu tetap senang bila aku bersedia memenuhi permintaanmu itu?’ Ia menjawab: ’Demi Allah, tentu tidak.’ ‘Ubaid berkata: ‘Engkau benar.’

‘Ubaid bertanya lagi: ‘Seandainya engkau nanti dimasukkan ke dalam kuburmu dan didudukkan untuk dimintai pertanggungjawaban tentang perbuatanmu, apakah kamu tetap senang bila aku bersedia memenuhi permintaanmu itu?’ Ia menjawab: ‘’Demi Allah, tentu tidak.’ ‘Ubaid berkata: ‘Engkau benar.’

‘Ubaid kembali bertanya: ‘Seandainya tiba saat semua orang menerima buku catatan amalnya masing-masing, sementara engkau tidak tahu apakah nanti engkau akan menerima buku catatan amalmu dari sebelah kananmu ataukah dari sebelah kirimu, apakah kamu tetap senang bila aku penuhi permintaanmu itu?’ Ia menjawab: ‘’Demi Allah, tentu tidak.’ ‘Ubaid berkata: ‘Engkau benar.’

‘Ubaid bertanya: ‘Sekiranya engkau nanti akan menyeberangi sirath, sementara engkau tidak tahu apakah bakal selamat atau tidak, apakah engkau tetap senang bila aku penuhi permintaanmu itu? ’ Ia menjawab: ‘’Demi Allah, tentu tidak.’ ‘Ubaid berkata: ‘Engkau benar.’

‘Ubaid kembali bertanya: ‘Sekiranya nanti neraca amal perbuatan didatangkan dan engkau dihadapkan, sementara engkau tidak tahu apakah timbanganmu ringan ataukah berat, apakah engkau tetap senang bila aku penuhi permintaanmu itu? ’ Ia menjawab: ‘’Demi Allah, tentu tidak.’ ‘Ubaid berkata: ‘Engkau benar.’

‘Ubaid berkata: ‘Seandainya nanti kamu diberdirikan di hadapan Allah untuk dimintai pertanggungjawabanmu, apakah engkau masih tetap senang jika kupenuhi permintaanmu itu?’ Ia menjawab: ‘Demi Allah, tentu tidak.’ ‘Ubaid berkata: ‘Engkau benar.’

Akhirnya, ‘Ubaid berkata: ‘Bertaqwalah kamu kepada Allah. Sebenarnya Allah telah melimpahkan nikmat-Nya kepadamu dam memberimu banyak kebaikan.’

Maka kembalilah wanita itu kepada suaminya dan sang suami kini heran melihat keadaan istrinya yang tak lagi ceria berbinar-binar seperti biasanya. Lalu suaminya itu bertanya kepadanya: 'Kenapa kamu bersikap seperti itu?' Ia menjawab: 'Kamu orang pengangguran malas beramal. Bahkan, kita semua orang-orang pengangguran yang malas beramal.' Lalu ia sekarang tekun shalat, puasa sunnah, tahajud, dan ibadah-ibadah lainnya, sehingga membuat suaminya berkata: 'Apa salahku kepada 'Ubaid bin 'Umair sehingga dia membuat istriku bersikap sedemikian dingin kepadaku, padahal sebelum ini, setiap malam ia laksana pengantin, tetapi sekarang 'Ubaid telah membuatnya menjadi seperti seorang rahib wanita.'

___
Dikutip dari Kitab 'Raudhatul Muhibbin Wa Nuzhatul Musytaqin' (Taman Jatuh Cinta & Rekreasi Orang-orang Dimabuk Rindu), Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, terjemahan terbitan IBS, hal. 643-645

Monday, 16 November 2015

Cara Melawan Bisikan Setan


Saat manusia terjaga dan melakukan banyak aktivitas, setan senantiasa bersiap siaga untuk menggoda dan menjerumuskan kita. Ketika manusia rehat setelah seharian menjalankan berbagai aktivitas, setan pun bersiaga untuk menggoda kita sehingga lalai dari melakukan ibadah kepada Allah Ta’ala.
Jika demikian, bagaimana cara melawan bisikan setan yang senantiasa dilancarkan bahkan saat kita sedang tertidur tanpa kesadaran?
“Cara melawan bisikan setan,” demikian ungkap Imam al-Harits al-Muhasibi, “adalah membandingkan agungnya nikmat akhirat dengan remehnya nikmat duniawi.” Hal ini akan membuat kita tersadar bahwa hidup hanyalah sementara dan hina, sedangkan akhirat adalah selamanya dan penuh kenikmatan tiada bandingnya.
Makanan, minuman, hiburan, syahwat, dan apa pun yang kita nikmati di dunia ini, ada batasannya. Seenak apa pun makanan dan minuman, ianya akan berhenti saat perut kita merasakan kenyang dan tidak bisa diisi lagi.
Senikmat apa pun pelampiasan syahwat, ianya akan berhenti saat mencapai puncak, tenaga terkuras, lalu lemah menghinggapi diri. Sedangkan hiburan, seseru dan seheboh apa pun, ianya akan sertamerta berhenti ketika kita merasa lelah, bosan, lalu tertidur.
Sedangkan akhirat, nikmatnya abadi. Makan, minum, hubungan suami-istri, dan hiburan; semuanya tanpa batas. Tidak ada buang air besar atau kecil, dan pengeluaran zat-zat menjijikkan lainnya. Semuanya akan menjadi keringat yang wangi bak minyak kasturi. Semua nikmat pun disediakan tanpa kesusahan untuk mendapatkannya.
Ianya digambarkan sebagai nikmat yang tidak pernah didengar, belum pernah dirasa, dan tiada pernah dibayangkan sebelumnya. Sempurna. Tiada cela, cacat, atau kekurangan.
Membiasakan diri memikirkan akhirat juga membuat kita abai terhadap dunia yang sementara. “Jika engkau terbiasa memikirkan akhirat,” demikian nasihat Imam al-Harits al-Muhasibi, “niscaya Allah Ta’ala akan mengganti keinginan untuk bermaksiat dengan indahnya ibadah dan harapan pahala di akhirat.”
Jiwa hanya diisi oleh satu di antara dua hal; baik atau buruk. Jiwa-jiwa yang suci tidak akan pernah tertarik dengan segala sesuatu yang hina. Hati yang sibuk dengan dzikir, ibadah, dan memikirkan akhirat serta berupaya sekuat tenaga untuk menggapainya, ia tidak akan pernah melirik, tertarik, apalagi berhasrat dengan maksiat yang berdosa, hina, dan menjijikkan.
Semoga Allah Ta’ala menyibukkan kita dengan amalan akhirat, hingga setan tak kuasa menyentuh hati kita dengan bisikannya yang terkutuk. Aamiin. [Pirman/Kisahikmah]
Saat manusia terjaga dan melakukan banyak aktivitas, setan senantiasa bersiap siaga untuk menggoda dan menjerumuskan kita. Ketika manusia rehat setelah seharian menjalankan berbagai aktivitas, setan pun bersiaga untuk menggoda kita sehingga lalai dari melakukan ibadah kepada Allah Ta’ala.
Jika demikian, bagaimana cara melawan bisikan setan yang senantiasa dilancarkan bahkan saat kita sedang tertidur tanpa kesadaran?
“Cara melawan bisikan setan,” demikian ungkap Imam al-Harits al-Muhasibi, “adalah membandingkan agungnya nikmat akhirat dengan remehnya nikmat duniawi.” Hal ini akan membuat kita tersadar bahwa hidup hanyalah sementara dan hina, sedangkan akhirat adalah selamanya dan penuh kenikmatan tiada bandingnya.
Makanan, minuman, hiburan, syahwat, dan apa pun yang kita nikmati di dunia ini, ada batasannya. Seenak apa pun makanan dan minuman, ianya akan berhenti saat perut kita merasakan kenyang dan tidak bisa diisi lagi.
Senikmat apa pun pelampiasan syahwat, ianya akan berhenti saat mencapai puncak, tenaga terkuras, lalu lemah menghinggapi diri. Sedangkan hiburan, seseru dan seheboh apa pun, ianya akan sertamerta berhenti ketika kita merasa lelah, bosan, lalu tertidur.
Sedangkan akhirat, nikmatnya abadi. Makan, minum, hubungan suami-istri, dan hiburan; semuanya tanpa batas. Tidak ada buang air besar atau kecil, dan pengeluaran zat-zat menjijikkan lainnya. Semuanya akan menjadi keringat yang wangi bak minyak kasturi. Semua nikmat pun disediakan tanpa kesusahan untuk mendapatkannya.
Ianya digambarkan sebagai nikmat yang tidak pernah didengar, belum pernah dirasa, dan tiada pernah dibayangkan sebelumnya. Sempurna. Tiada cela, cacat, atau kekurangan.
Membiasakan diri memikirkan akhirat juga membuat kita abai terhadap dunia yang sementara. “Jika engkau terbiasa memikirkan akhirat,” demikian nasihat Imam al-Harits al-Muhasibi, “niscaya Allah Ta’ala akan mengganti keinginan untuk bermaksiat dengan indahnya ibadah dan harapan pahala di akhirat.”
Jiwa hanya diisi oleh satu di antara dua hal; baik atau buruk. Jiwa-jiwa yang suci tidak akan pernah tertarik dengan segala sesuatu yang hina. Hati yang sibuk dengan dzikir, ibadah, dan memikirkan akhirat serta berupaya sekuat tenaga untuk menggapainya, ia tidak akan pernah melirik, tertarik, apalagi berhasrat dengan maksiat yang berdosa, hina, dan menjijikkan.
Semoga Allah Ta’ala menyibukkan kita dengan amalan akhirat, hingga setan tak kuasa menyentuh hati kita dengan bisikannya yang terkutuk. Aamiin. [Pirman/Kisahikmah /IKB]

Setelah Serangan Paris, Gubernur-gubernur AS Tolak Pemukiman Pengungsi Suriah


GUBERNUR-gubernur Amerika Serikat menyatakan akan menolak pemukiman pengungsi Suriah setelah serangan mematikan Paris.
Setidaknya 16 gubernur negara bagian dari partai Republik sayap kanan mengatakan pada hari Senin (16/11/2015), bahwa mereka akan menolak pengungsi Suriah.
Dilansir Aljazeera, gubernur yang menolak di antaranya adalah gubernur dari Texas, Georgia, Ohio, Massachusetts, Alabama, Michigan, Louisiana, Indiana, Florida, Mississippi, Arizona, Illinois, North Carolina, Wisconsin dan Arkansas.
Pengumuman ini datang beberapa hari setelah serangkaian serangan di Perancis meninggalkan 129 tewas dan lebih dari 350 luka-luka.
Beberapa gubernur mengutip bahwa paspor Suriah ditemukan di dekat tubuh salah satu penyerang, yang tewas dalam insiden itu.
Dewan Hubungan Islam Amerika (CAIR), sebuah kelompok hak-hak sipil, menyatakan pengumuman gubernur ‘adalah indikasi dari tumbuhnya Islamophobia di antara penduduk di AS.(Islam Pos // IKB )

Hari Ini Elemen Pemuda dan Mahasiswa akan Demo Trans TV, Protes Penceramah Nur Maulana


HARI ini, gabungan pemuda dan elemen Islam akan menggelar aksi demonstrasi di Gedung Trans TV, Jakarta, guna memprotes komentar penceraman Nur Maulana.
“Karena belum juga ada langkah untuk membuat klarifikasi dan meminta maaf kepada umat, maka kami dari elemen-elemen dan ormas mahasiswa/pemuda seperti tersebut di atas, bermaksud akan menyambangi stasiun Trans-TV pada Selasa, 17 November 2015, pukul 10.30 WIB, untuk menggelar Aksi Protes dan meminta stasiun Trans-TV agar mengganti yang bersangkutan dengan sosok dai/penceramah yang lebih memiliki otoritas, berilmu dan berkompeten dalam menyampaikan nilai-nilai Islam,” ujar koordinator lapangan Dedi Hermanto kepada Islampos, Senin malam (16/11).
Selama ini, kata Dedi, banyak isi ceramah Nur Maulana tidak sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah dan tidak melandasi pernyataannya dengan dasar Al-Qur’an dan Sunnah.
“Ceramah Nur Maulana cenderung lebih mengedepankan lucu-lucuannya ketimbang sungguh-sungguh menyampaikan Islam yang benar,” tukas Dedi.
Dedi pun menyayangkan sikap manajemen Trans TV yang tidak menggubris pernyataan sikap elemen pemuda dan mahasiswa. Karena, sikap acuh Trans TV itulah, mahasiswa dan pemuda akan menggelar aksi demontrasi di Trans TV.
Rencananya aksi ini akan dihadiri oleh Gerakan Pemuda Islam Indonesia, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Hima Al Washliyah. Mahasiswa Pecinta Islam (MPI) Jakarta.

ULAMA DALAM MEMBAGI WAKTU


Bagaimana ulama kita membagi waktu? Kami sengaja menyebutkan kali ini agar bisa menjadi contoh bagi kita saat ini yang benar-benar banyak melalaikan waktu. Bagi kita, detik demi detik terlewat begitu saja tanpa manfaat apa-apa.
Diceritakan oleh Sa’id Al-Hariri, para salaf ketika berada di waktu siang sibuk memenuhi hajat mereka, dan memperbaiki penghidupannya. Sedangkan di sore hari (waktu malam), mereka dalam keadaan beribadah dan shalat. (Hilyah Al-Auliya’, 6: 200)
Diceritakan oleh Shidqah, ia berkata, ‘Amr bin Dinar biasa membagi waktu malam menjadi tiga: sepertiga untuk tidur, sepertiga untuk berdiskusi, sepertiga untuk shalat malam. (Hilyah Al-Auliya’, 3: 348)
Tentang Sulaiman At-Taimiy diceritakan oleh Hamad bin Salamah, ia berkata, “Kami tidaklah mendatangi Sulaiman At-Taimi melainkan ia berada dalam keadaan ibadah pada Allah. Di waktu shalat, kami melihatnya berada dalam keadaan shalat. Di selain waktu shalat, kami mendapati beliau entah sedang berwudhu, mengunjungi orang sakit, mengurus jenazah, atau duduk di masjid. Seakan-akan kami menganggap beliau tidak pernah bermaksiat sama sekali.” (Hilyah Al-Auliya’, 3: 28)
Tentang Imam Syafi’i, Imam Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam An-Nubala’ (10: 35) menyebutkan, Muhammad bin Bisyr Al-‘Akri dan selainnya berkata, telah bercerita pada kami Ar-Rabi’ bin Sulaiman, ia berkata, “Imam Syafi’i membagi waktu malamnya menjadi tiga: sepertiga malam pertama untuk menulis, sepertiga malam kedua untuk shalat (malam) dan sepertiga malam terakhir untuk tidur.” Imam Adz-Dzahabi menyebutkan, “Tiga aktivitas beliau ini diniatkan untuk ibadah.”
Memang …. Waktu begitu penting untuk dijaga. Al-Auza’i berkata, setiap detik yang terlewat di dunia akan ditampakkan pada hamba pada hari kiamat. Hari demi hari, waktu demi waktu, demikian. Jika satu detik tidak diisi dengan mengingat Allah, yang ada hanya kerugian belaka. Bagaimana lagi jika terlewat satu jam, satu hari, atau satu malam tanpa dzikrullah. (Hilyah Al-Auliya’, 6: 142)
Semoga contoh salaf di atas bisa menjadi tauladan terbaik. Wallahu waliyyut taufiq.

Pandangan Ulama: Menangis Membatalkan Shalat


Apakah menangis bisa membatalkan shalat? Kali ini kita lihat pandangan para ulama madzhab dalam masalah ini.
  • Ulama Hanafiyah berpandangan bahwa jika menangis dalam shalat dikarenakan sedih pada musibah, maka itu membatalkan shalat. Karena seperti itu dianggap sebagai kalam manusia (perkara di luar shalat, pen.). Namun jika karena mengingat surga dan takut pada neraka, shalatnya tidaklah batal. Seperti itu menunjukkan bertambahnya khusyu’. Sedangkan khusyu’ adalah ruh dari shalat.
  • Ulama Malikiyah berpandangan bahwa menangis dalam bisa jadi dengan suara atau tanpa suara. Jika menangis tanpa suara, shalatnya tidak batal. Jika dengan suara, shalatnya batal. Sedangkan jika menangisnya dengan suara dan itu atas dasar pilihannya, shalatnya batal. Jika bukan atas pilihannya dan didasari karena sangat khusu’nya, shalatnya tidak batal walaupun banyak. Namun kalau bukan karena khusyu’nya, shalatnya batal.
  • Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa jika menangisnya keluar dua huruf, maka membatalkan shalat karena seperti itu meniadakan shalat. Meskipun ketika itu menangisnya karena takut akhirat. Ini pendapat yang paling kuat dalam madzhab Syafi’i, walau dalam madzhab sendiri ada yang menyelisihi pendapat tersebut.
  • Ulama Hambali berpendapat bahwa jika menangisnya terdiri dari dua huruf, itu muncul karena khasyah (rasa takut yang besar), atau bahkan sambil tersedu-sedu, tidaklah membatalkan shalat. Karena seperti karena terhanyut dalam dzikir. Begitu juga kalau seseorang tidak khusyu’ lalu menangis dalam shalat, shalatnya batal.
Demikian pandangan para ulama. Bahasan ini akan berlanjut lagi dengan melihat manakah pendapat yang paling kuat dalam masalah ini dengan menimbang berbagai dalil. Semoga bermanfaat.

Referensi:

Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah. Penerbit Kementrian Agama Kuwait. 8: 170-171.

Selesai disusun di Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 2 Safar 1437 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal