Monday, 16 November 2015

Hari Ini Elemen Pemuda dan Mahasiswa akan Demo Trans TV, Protes Penceramah Nur Maulana


HARI ini, gabungan pemuda dan elemen Islam akan menggelar aksi demonstrasi di Gedung Trans TV, Jakarta, guna memprotes komentar penceraman Nur Maulana.
“Karena belum juga ada langkah untuk membuat klarifikasi dan meminta maaf kepada umat, maka kami dari elemen-elemen dan ormas mahasiswa/pemuda seperti tersebut di atas, bermaksud akan menyambangi stasiun Trans-TV pada Selasa, 17 November 2015, pukul 10.30 WIB, untuk menggelar Aksi Protes dan meminta stasiun Trans-TV agar mengganti yang bersangkutan dengan sosok dai/penceramah yang lebih memiliki otoritas, berilmu dan berkompeten dalam menyampaikan nilai-nilai Islam,” ujar koordinator lapangan Dedi Hermanto kepada Islampos, Senin malam (16/11).
Selama ini, kata Dedi, banyak isi ceramah Nur Maulana tidak sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah dan tidak melandasi pernyataannya dengan dasar Al-Qur’an dan Sunnah.
“Ceramah Nur Maulana cenderung lebih mengedepankan lucu-lucuannya ketimbang sungguh-sungguh menyampaikan Islam yang benar,” tukas Dedi.
Dedi pun menyayangkan sikap manajemen Trans TV yang tidak menggubris pernyataan sikap elemen pemuda dan mahasiswa. Karena, sikap acuh Trans TV itulah, mahasiswa dan pemuda akan menggelar aksi demontrasi di Trans TV.
Rencananya aksi ini akan dihadiri oleh Gerakan Pemuda Islam Indonesia, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Hima Al Washliyah. Mahasiswa Pecinta Islam (MPI) Jakarta.

ULAMA DALAM MEMBAGI WAKTU


Bagaimana ulama kita membagi waktu? Kami sengaja menyebutkan kali ini agar bisa menjadi contoh bagi kita saat ini yang benar-benar banyak melalaikan waktu. Bagi kita, detik demi detik terlewat begitu saja tanpa manfaat apa-apa.
Diceritakan oleh Sa’id Al-Hariri, para salaf ketika berada di waktu siang sibuk memenuhi hajat mereka, dan memperbaiki penghidupannya. Sedangkan di sore hari (waktu malam), mereka dalam keadaan beribadah dan shalat. (Hilyah Al-Auliya’, 6: 200)
Diceritakan oleh Shidqah, ia berkata, ‘Amr bin Dinar biasa membagi waktu malam menjadi tiga: sepertiga untuk tidur, sepertiga untuk berdiskusi, sepertiga untuk shalat malam. (Hilyah Al-Auliya’, 3: 348)
Tentang Sulaiman At-Taimiy diceritakan oleh Hamad bin Salamah, ia berkata, “Kami tidaklah mendatangi Sulaiman At-Taimi melainkan ia berada dalam keadaan ibadah pada Allah. Di waktu shalat, kami melihatnya berada dalam keadaan shalat. Di selain waktu shalat, kami mendapati beliau entah sedang berwudhu, mengunjungi orang sakit, mengurus jenazah, atau duduk di masjid. Seakan-akan kami menganggap beliau tidak pernah bermaksiat sama sekali.” (Hilyah Al-Auliya’, 3: 28)
Tentang Imam Syafi’i, Imam Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam An-Nubala’ (10: 35) menyebutkan, Muhammad bin Bisyr Al-‘Akri dan selainnya berkata, telah bercerita pada kami Ar-Rabi’ bin Sulaiman, ia berkata, “Imam Syafi’i membagi waktu malamnya menjadi tiga: sepertiga malam pertama untuk menulis, sepertiga malam kedua untuk shalat (malam) dan sepertiga malam terakhir untuk tidur.” Imam Adz-Dzahabi menyebutkan, “Tiga aktivitas beliau ini diniatkan untuk ibadah.”
Memang …. Waktu begitu penting untuk dijaga. Al-Auza’i berkata, setiap detik yang terlewat di dunia akan ditampakkan pada hamba pada hari kiamat. Hari demi hari, waktu demi waktu, demikian. Jika satu detik tidak diisi dengan mengingat Allah, yang ada hanya kerugian belaka. Bagaimana lagi jika terlewat satu jam, satu hari, atau satu malam tanpa dzikrullah. (Hilyah Al-Auliya’, 6: 142)
Semoga contoh salaf di atas bisa menjadi tauladan terbaik. Wallahu waliyyut taufiq.

Pandangan Ulama: Menangis Membatalkan Shalat


Apakah menangis bisa membatalkan shalat? Kali ini kita lihat pandangan para ulama madzhab dalam masalah ini.
  • Ulama Hanafiyah berpandangan bahwa jika menangis dalam shalat dikarenakan sedih pada musibah, maka itu membatalkan shalat. Karena seperti itu dianggap sebagai kalam manusia (perkara di luar shalat, pen.). Namun jika karena mengingat surga dan takut pada neraka, shalatnya tidaklah batal. Seperti itu menunjukkan bertambahnya khusyu’. Sedangkan khusyu’ adalah ruh dari shalat.
  • Ulama Malikiyah berpandangan bahwa menangis dalam bisa jadi dengan suara atau tanpa suara. Jika menangis tanpa suara, shalatnya tidak batal. Jika dengan suara, shalatnya batal. Sedangkan jika menangisnya dengan suara dan itu atas dasar pilihannya, shalatnya batal. Jika bukan atas pilihannya dan didasari karena sangat khusu’nya, shalatnya tidak batal walaupun banyak. Namun kalau bukan karena khusyu’nya, shalatnya batal.
  • Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa jika menangisnya keluar dua huruf, maka membatalkan shalat karena seperti itu meniadakan shalat. Meskipun ketika itu menangisnya karena takut akhirat. Ini pendapat yang paling kuat dalam madzhab Syafi’i, walau dalam madzhab sendiri ada yang menyelisihi pendapat tersebut.
  • Ulama Hambali berpendapat bahwa jika menangisnya terdiri dari dua huruf, itu muncul karena khasyah (rasa takut yang besar), atau bahkan sambil tersedu-sedu, tidaklah membatalkan shalat. Karena seperti karena terhanyut dalam dzikir. Begitu juga kalau seseorang tidak khusyu’ lalu menangis dalam shalat, shalatnya batal.
Demikian pandangan para ulama. Bahasan ini akan berlanjut lagi dengan melihat manakah pendapat yang paling kuat dalam masalah ini dengan menimbang berbagai dalil. Semoga bermanfaat.

Referensi:

Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah. Penerbit Kementrian Agama Kuwait. 8: 170-171.

Selesai disusun di Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 2 Safar 1437 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Islam Sangat Memuliakan Wanita

Allah Swt telah menyeru hambaNya, baik laki-laki maupun wanita dalam kapasitas mereka sebagai manusia. Allah Swt berfirman:“Katakanlah, ‘Hai manusia sesungguhnya aku benar-benar utusan Allah untuk kamu semua…" (QS. Al-A’raaf[7]: 158).

“Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat… “ (QS. Al Baqarah [2]: 43).
 
Semua seruan ini bersifat umum. Ini menunjukkan, bahwa syariat Islam diperuntukkan bagi seluruh manusia, baik laki-laki maupun wanita. Keumuman ini tetap pada keumumannya selama tidak ada dalil-dalil tertentu yang mengkhususkannya.
 
Akan tetapi, ada beberapa hukum yang dikhususkan untuk wanita dan tidak untuk laki-laki. Misalnya, wanita tidak boleh mengerjakan shalat pada saat datangnya haidh dan nifas. Contoh lain, Islam telah menetapkan bahwa kesaksian seorang wanita saja sudah cukup di dalam perkara-perkara yang urusannya tidak disaksikan kecuali oleh wanita, semisal masalah keperawanan dan penyusuan. Selain itu terdapat juga beberapa hukum yang khusus untuk laki-laki semisal kewajiban sholat Jumat.
 
Allah Swt berfirman: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.” (QS. Adz Dzaariyaat [51]: 49).
 
Berpasang-pasangan dalam konteks laki-laki dan wanita di sini, bukan berarti satu pihak lebih diutamakan, sedangkan yang lain tidak. Akan tetapi, keduanya merupakan dua sisi yang saling melengkapi. Kedua-duanya diberi akal, naluri-naluri, dan kebutuhan jasmani. Masing-masing memiliki kemampuan untuk saling mempengaruhi, saling belajar mengajar, dan saling mendidik.
 
Allah Swt berfirman: “Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara.” (QS. Ar Rahmaan [55]: 3-4)
 
Allah Swt telah menciptakan bentuk dan faal tubuh tertentu pada laki-laki dan wanita. Sehingga, laki-laki berbeda dari wanita dalam hal bentuk wajah, tubuh dan beberapa anggota tubuh.
 
Perbedaan-perbedaan semacam ini menuntut keduanya mendapat tugas-tugas tertentu dalam kehidupan yang berbeda satu dengan yang lain. Terlebih lagi, hal-hal yang di dalamnya terdapat perbedaan dalam hal pembentukan moral.
 
Oleh karena itu, menuntut kesetaraan pada keduanya (laki-laki dan perempuan) dalam semua hal, merupakan tindak kezaliman terhadap salah satu dari kedua belah pihak tersebut. Maha Suci Allah dari hal yang demikian. Karena ada perbedaan dalam pembentukannya, Allah telah memberi hukum syara’ khusus kepada masing-masing dari keduanya; dimana, satu dengan lainnya berbeda. Dalam hal ini Allah telah memposisikan wanita pada posisi yang sesuai dengan dirinya.
 
Allah telah memberi kekhususan bagi wanita dengan beberapa hal berikut:
 
Pertama, Islam telah memberikan tanggung jawab pengaturan rumah dan pendidikan anak kepada wanita. Sabda Rasulullah Saw: “…dan wanita adalah pengurus rumah suaminya dan anak-anaknya dan bertanggung jawab atas mereka semua.”
 
Kedua, Islam memberikan hak hadlanah (pengasuhan) terhadap anak-anak yang masih kecil kepada wanita, ketika ia berpisah dengan suaminya karena cerai, atau meninggal. Dalam keadaan seperti itu, sang suami ataupun keluarga suami wajib memberikan nafkah kepadanya.
 
Firman Allah Swt: “…Dan kewajiban ayah memberi makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.” (QS. Al Baqarah[2]: 233).

Ketiga, dalam rumah tangganya, wanita berhak untuk diberi nafkah oleh suaminya. Sabda Rasul Saw: “Dan bagi mereka (wanita) wajib atas kalian (suami) memberinya makan dan pakaian dengan cara yang ma’ruf.”

Keempat, seorang wanita berhak mendapatkan kehidupan yang tenteram dari suaminya. Firman Allah swt: “…dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang…” (QS. Ar Ruum [30]: 21).
 
Kelima, Allah telah melarang wanita menduduki jabatan-jabatan pemerintahan, seperti khalifah, wali (gubernur) ataupun Mahkamah Mazhaalim. Sabda Rasul Saw, “Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada kaum wanita.”

Keenam, Islam memberikan keringanan kepada wanita untuk tidak mengerjakan shalat dan puasa pada bulan Ramadhan ketika sedang haid atau nifas.

Ketujuh, Islam menerima kesaksian seorang wanita pada perkara-perkara yang tidak dapat diketahui kecuali oleh wanita saja seperti masalah keperawanan dan persusuan. Disamping itu Islam menuntut kesaksian dua orang wanita sebagai ganti dari satu orang laki-laki dalam persoalan muamalah dan uqubaat (hukuman/sanksi).

Sunday, 15 November 2015

HANYA PARIS YANG BISA MEMBUAT MENANGIS


Atas nama kemanusiaan, kita terhentak ketika lebih dari 150 orang roboh meregang nyawa di Paris, Prancis Jumat malam (13/11). Tujuh titik di kota mode itu dikoyak oleh serangan mematikan. Tak terkecuali titik di mana Presiden Prancis, Francois Hollande sedang menikmati pertandingan bola, stadion Stade de France.
Atas nama kemanusiaan pula, Presiden Rusia, Vladimir Putin dengan tegas menyatakan Rusia sangat mengecam pembunuhan tak berperikemanusiaan ini dan siap memberikan semua bantuan untuk menginvestigasinya. Ucapan “bijak” seperti itu dengan mudah keluar dari mulut Putin, semudah ribuan roket meluncur dan menyasar penduduk sipil di Suriah.
Peragaan sok bijak juga dilakukan oleh NATO dan Amerika Serikat. Untuk insiden Paris, sejuta karangan bunga mereka kirimkan, berlapis janji dan kecaman. Sementara, di Suriah mesin perang mereka terus menyalak, mencabut nyawa-nyawa sipil atas nama perang melawan terorisme. Padahal, justru rakyat Suriah itu adalah korban terorisme hasil persekongkolan Basar Asad dengan negara-negara pendukungnya.
Seolah tak ingin dianggap lambat tanggap seperti dalam musibah asap beberapa hari lalu, Presiden Jokowi pun dengan sigap dan cekatan turut menyatakan duka. Jokowi juga menjamin tak ada sejengkal tanah pun di Indonesia bagi tindak terorisme seperti yang terjadi di Paris. Singkat kata, seluruh dunia kompak menangis untuk Paris.
Rasa kemanusiaan memang tercabik seketika demi mendengar ratusan nyawa meregang nyawa dengan cara horor. Sayangnya, dalih kemanusiaan telah menjadi topeng untuk menutupi sikap buas dan haus darah di tempat lain, bahkan diperankan oleh mereka yang mengaku berduka.
Kemanusiaan itu juga dijadikan tabir yang menutupi sikap masa bodoh, acuh tak acuh, dan tak peduli kepada kejadian horor serupa—bahkan lebih dahsyat—yang terjadi tidak hanya seketika itu saja. Tengoklah Palestina dan Suriah. Angka 150 itu menjadi langganan pekanan untuk menghitung jumlah korban nyawa atas tindakan brutal dan haus darah yang terjadi di Palestina.
Berduka itu boleh, tapi mari tetap pakai akal sehat. Apa yang dikatakan para pemimpin dunia terhormat itu ketika tentara Israel dengan mudah mengobral rentetan peluru kepada beberapa Muslimah Palestina? Adakah secuil komentar duka ketika jet-jet tempur Rusia, tentara Bashar Asad dan milisi Syiah Iran dan Hizbullah dengan sadis mencabut nyawa penduduk sipil Suriah?
Akal sehat itu mestinya membuat para pemimpin dunia itu mudah mengutuk tragedi kemanusiaan di Suriah dan Palestina, semudah mereka mengecam serangan Paris. Tinggal membubuhkan kata Suriah dan Palestina di belakang nama Paris. Namun entah mengapa lidah mereka kelu untuk mengucapkannya.
Terlepas dari siapa sesungguhnya pelaku Paris, motif serta pro-kontra fikih waqi’-nya, serangan Prancis ini membongkar tabir-tabir hipokrit berdalih kemanusiaan. Syaikh At-Thuraifi, seolah ulama Timur Tengah mengatakan, “Di antara tanda nifak adalah sikap bangga dan peduli terhadap permasalahan non-muslim dan berputus-asa (tidak peduli) terkait permasalahan kaum Muslimin.” ******************************************** Perancis dalam Lembaran Sejarah
Perancis mengumpulkan 400 ulama' muslim dan memenggal kepala mereka dalam lembaran sejarah, di tengah penjajahan mereka atas Chad tahun 1917 M. ["Chad" tulisan Ahli Sejarah Mahmud Syakir hal.73]
Ketika Perancis memasuki kota Aghwat di Al Jazair tahun 1852 M, mereka membakar sepertiga penduduk kota itu dengan api dalam satu malam.
Perancis telah melakukan 17 uji coba nuklir di Al Jazair mulai dari tahun 1960 - 1966 M yang mengakibatkan jatuhnya korban dengan jumlah yang tidak terhingga sekitar 27 ribu sampai 100 ribu orang.
Ketika Perancis hengkang dari Al Jazair tahun 1962 M, mereka telah menanam sejumlah ranjau yang lebih banyak daripada jumlah semua penduduk Al Jazair pada waktu itu, yakni sebanyak 11 juta ranjau.
Perancis menjajah Al Jazair selama 132 tahun, mereka telah melenyapkan 1 juta muslim pada tujuh tahun pertama setelah kedatangan mereka dan telah melenyapkan 1,5 juta pada tujuh tahun terakhir sebelum mereka hengkang.
Seorang Ahli Sejarah yang berdarah Perancis Jack Jourkey memperkirakan bahwa total orang yang dibunuh oleh Perancis di Al Jazair sejak kedatangannya tahun 1830 M sampai hengkangnya tahun 1962 M adalah 10 juta muslim.
Perancis menjajah Tunisia selama 75 tahun, Al Jazair selama 136 tahun, Maroko selama 44 tahun, Mauritania selama 60 tahun dan menjajah Senegal ( yang 95% penduduknya adalah muslim ) selama 3 abad..!
Iqri Sulizar, IA IPB

Inilah 5 SOP Konyol Teroris yang Kudu Kamu Tahu

Jumat lalu bom meletus dengan pongah dan mengguncang Kota Paris, Prancis. Muslim juga imigran asal Timteng (Timur Tengah) kembali mendapat stigma buruk sebagai teroris.
Kamu yang Islam harus mengambil pelajaran atas tragedii ini. Tragedi bom di kota Paris menjadi momentum kedua pasca tragedi WTC di AS, sebagai kebangkitan Islam di Eropa.
Tentu saja, Bro, stigmatisasi islam di eropa bagian kecil dari dinamika yang terjadi, faktanya Islam berkembang pesat di eropa dan negara-negara barat kala ini.

Uniknya dalam ‘drama’ ini, pelaku yang berjumlah 7 orang itu mati semua dan ditemukan identitas berupa pasport. Paspor diduga kepunyaan pengungsi Suriah. Dan taraa..Paspor itu masih mulus banget, dan nggak hancur karena peledakan tersebut.
Anyway, label teroris ke muslim memang menyakitkan, serius menyakitkan, Bro. Dan sepertinya kamu kudu tahu, apa sih Standart Operating Procedures (SOP) teroris itu?
Inilah SOP konyol untuk seorang teroris:
1. Kalau mau jadi pelaku bom bunuh diri, jangan lupa bawa PASPOR.
2. Pastikan PASPOR terlapisi dari bahan tahan bom, api dan tahan hancur.
3. Pastikan Paspor mudah ditemukan saat ditangkap hidup atau mati.
4. Jangan lupa agama dalam paspor harus Islam (selain Islam tidak akan disebut teroris, palingan sebutan orang penderita sakit jiwa)
5. Pastikan ada kamera yang mengabadikan tepat ketika meneriakkan kalamullah “Allahu Akbar.” [Paramuda

Agar Setan Tidak Bermalam di Rumah Kita


Setan senantiasa mengawasi manusia selama dua puluh empat jam dalam sehari. Ketika manusia sedang makan, bermain, jalan-jalan, hingga tertidur pun, setan senantiasa mengawasi dan mencari celah agar bisa mengoda. Bahkan disebutkan dalam sebuah hadits, setan ikut bermalam di rumah seorang hamba.
Beruntungnya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan kiat rahasia kepada umatnya agar setan tidak ikut bermalam di rumah mereka. Sebaliknya, jika petuah mulia ini dilanggar, setan akan masuk dan bermalam di rumah-rumahnya.
“Apabila seseorang memasuki rumahnya, kemudian berdzikir ketika masuk dan makan, maka berkatalah setan, “(Hai teman-teman), tiada tempat bagi kita untuk bermalam dan (jatah untuk) makan.”
Sebaliknya, sebagaimana disebutkan dalam kelanjutan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah ini, Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam melanjutkan, “Dan jika seorang memasuki rumahnya tanpa berdzikir saat masuk, setan berkata, ‘Telah tersedia tempat bermalam bagimu.’ Ketika masuk waktu malam dan ia tetap tidak berdzikir, setan berkata (kepada teman-temannya), ‘Telah tersedia bagi kita tempat bermalam dan (jatah) makan malam’.”
Maka kiat yang harus ditempuh agar setan tidak masuk dan menginap di dalam rumah adalah dengan mengucap salam dan membaca dzikir-dzikir yang disunnahkan. Misalnya, bacaan Ayat Kursi (ayat 255 surat al-Baqarah), dua ayat terakhir surat al-Baqarah, surat al-Ikhlash, al-Falaq, an-Naas, dan sebagainya.
Kalimat-kalimat mulia itulah yang akan melindungi rumah-rumah kita dari setan dan bala tentaranya. Jika rutin dibacakan, maka rumah akan terasa layaknya masjid yang nyaman, menenangkan, dan menghadirkan damai.
Akan terjalin hubungan yang harmonis antar masing-masing anggotanya sehingga keluarga tersebut menjadi tim dakwah impian. Akan terlahir anak-anak shalih yang menyejukkan jiwa dan permata bagi pandangan mata. Anak-anak yang lahir dari rumah ini adalah sosok-sosok yang lurus aqidahnya, bersih ibadahnya, luas wawasan ilmunya, dan menawan akhlaknya.
Mereka inilah generasi-generasi yang dirindukan bumi dan dicintai langit. Generasi tangguh yang kelak menyelamatkan umat manusia dari penyembahan kepada sesama menuju penyembahan kepada Allah Ta’ala semata.
Sebaliknya, rumah yang tidak pernah dibacakan ayat-ayat Allah Ta’ala di dalamnya, ialah bangunan persegi empat yang mungkin saja mewah, tapi hanya bermakna kuburan. Tiada kedamaian, kecuali cekam yang menakutkan.