Monday, 26 October 2015

APAKAH ISTRI KALAU MEMOTONG RAMBUT HARUS IZIN SUAMI


Ada tiga jenis potong rambut yang tidak harus meminta ijin kepada suami. Pertama, memotong sedikit rambut pada waktu-waktu tertentu. Kedua, memotong rambut yang sudah menjadi kebiasan istri dan suami pun terbiasa dengan hal itu. Ketiga, memotong rambut agar tidak terlalu panjang dan agar tidak merepotkan ketika disisir.
Sedangkan memotong rambut yang mengubah style atau paras, padahal suami telah terbiasa dengan style dan paras tertentu, maka istri perlu meminta ijin kepada suami. Perubahan style dan paras ini ada kalanya sangat berbeda dengan sebelumnya sehingga suami terkejut seakan-akan ia bertemu dengan wanita lain. Jika suami suka dengan potong rambut baru tersebut, mungkin tidak masalah. Namun jika ternyata suami tidak suka, apalagi jika berdampak pada menurunnya hasrat suami istri, tentu menjadi tidak baik. Karenanya potong rambut yang mengubah style dan paras ini perlu kesepakatan suami istri agar kasih sayang dan kecocokan terus terjaga.
Dalam Islam, seorang wanita tidak boleh membuka rambutnya di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya. Wanita tidak boleh membuka rambutnya di jalan dan di tempat-tempat umum termasuk tempat kerja. Dengan demikian, yang bisa menikmati rambut seorang istri pertama kali adalah suaminya sendiri. Karenanya ia perlu mempertimbangkan untuk apa ia memotong rambut, tidak lain adalah agar suaminya senang. Agar suaminya ridha dan makin cinta. Bukan untuk siapa-siapa.
Seorang istri yang bijaksana adalah seorang istri yang menjaga seluruh wasilah penumbuh dan pengekal kasih sayang serta harmonisnya hubungan antara ia dan suaminya. Dengan ini terwujudlah rumah tangga yang baik, yang merupakan pondasi bagi terbentuknya masyarakat yang baik.
Dan jika seorang istri senantiasa melakukan hal yang diridhai suaminya, sesungguhnya itu merupakan kunci masuk surga. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتِ الْجَنَّةَ

“Wanita mana saja yang meninggal dunia lantas suaminya ridha padanya, maka ia akan masuk surga.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Wallahu a’lam bish shawab.

*Disarikan dari fatwa Syaikh DR Yusuf Qardhawi

MANFAAT DAUN SERAI UNTUK OBAT TRADISIONAL



 Serai memiliki bau yang harum dan memiliki kandungan yang bermanfaat untuk kesehatan. Karena keharumannya, serai dijadikan bahan baku untuk membuat sabun, lotion atau minyak. Selain dimanfaatkan keharumannya, serai juga bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit. Anda dapat membuat sendiri serai sebagai obat tradisional seperti sebagai obat batuk, obat sakit gigi, obat maag atau obat keseleo dengan resep berikut.
Serai memliki kandungan antibakteri dan antimikroba sehingga sangat baik untuk mencegah infeksi. Selain itu, terdapat kandungan senyawa analgesik yang berguna untuk meredakan rasa sakit akibat sakit kepala, nyeri pada otot dan sendi. Manfaat lain dari serai adalah dapat digunakan untuk menurunkan panas, meluruhkan dahak, mengobati batuk, obat kumur dan penghangat badan.

Khasiat Serai
Jika ingin mencoba sendiri khasiat dari serai, silahkan praktekan resep berikut ini.
Obat Batuk

Jika batuk Anda tidak kunjung sembuh, Anda dapat mencoba resep dengan bahan serai untuk menyembuhkannya.
Resep I:

Rebus 50 gram daun serai kering dalam 2 gelas air. Rebus sampai air menyusut hingga setengah gelas. Minum 3 kali sehari untuk mengusir batuk.
Resep II:

Ambil akar serai sebanyak 5 gram. Cuci hingga bersih kemudian rebus dengan 1 gelas air selama 15 menit. Bagi 2 hasil rebusan untuk diminum pada pagi dan sore hari.
Obat Sakit Gigi

Resep:

40 gram daun serai segar direbus dalam 2 gelas air sampai air tinggal ½ gelas. Gunakan air rebusan tersebut sebagai obat kumur untuk mengatasi sakit gigi.
Obat Keseleo atau Terkilir

Resep:

2 batang serai, 3 buah kemiri dan sedikit air ditumbuk . Panaskan diatas api. Setelah cukup panas, tempatkan pada bagian yang terkilir.
Obat Sakit Maag

Resep:

40 gram serai segar rebus dalam 2 gelas air dan biarkan sampai air tersisa ½ gelas. Minum 2 kali sehari untuk mendapatkan khasiatnya.
Obat Pengusir Nyamuk

Resep:

Letakkan daun serai beserta minyak zaitun dalam wadah aromaterapi. Nyalakan lilin yang ada di bawah wadah aromaterapi. Api yang menyala akan membuat wangi daun serai menyebar. Wangi ini tidak disukai nyamuk, sehingga bermanfaat untuk mengusir nyamuk.
Menghilangkan Nyeri dan Penghangat Tubuh

Resep:

Anda dapat mengoleskan minyak serai pada tubuh untuk meredakan rasa nyeri sendi, pegal otot atau sakit kepala. Minyak serai yang diborehkan akan memberikan rasa hangat pada tubuh serta kandungan analgesik yang berguna mengurangi rasa nyeri. Minyak serai dapat dibeli pada apotik atau toko obat.

Perhatikan Hal Berikut saat Menggunakan Serai
Minyak serai terasa sangat panas, Oleh sebab itu, sebaiknya minyak serai tidak digunakan secara langsung karena pada beberapa orang, minyak serai dapat menimbulkan iritasi pada kulit, khususnya jika kulit Anda tergolong kulit sensitif. Untuk menyiasatinya, Anda dapat menambahakan minyak pelarut sebelum digunakan pada kulit agar minyak yang dipakai tidak terlalu pekat. Olehkan dulu pada area kecil kulit dan lihat apakah kulit mengalami iritasi atau tidak. Minyak serai juga tidak disarankan digunakan pada wanita hamil karena dapat meningkatkan denyut jantung secara berlebihan.

Tolak RPP pengupahan, buruh besok akan geruduk istana


Sekitar
10.000 buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional dari 12 provinsi se-Indonesia akan bergerak menuju Istana Presiden Jakarta untuk menolak Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait pengupahan.

“Selasa (27/10) nanti 10.000 buruh yang tergabung dalam SPN dari 12 provinsi akan bergerak menuju Istana Presiden Jakarta untuk menolak RPP pengupahan,” kata Ketua DPP SPN Iwan Kusmawan, Minggu (25/10).

Iwan mengatakan, rencana mobilisasi puluhan ribu buruh SPN se Indonesia telah dibahas dalam rapat koordinasi dengan pengurus se-Jabodetabek dan Sukabumi pada Sabtu (24/10) kemarin di Tajur, Kota Bogor.

Dia mengatakan, penolakan keras terhadap RPP pengupahan tersebut karena kebijakan pengupahan buruh yang diluncurkan oleh pemerintah tidak melibatkan serikat pekerja di Dewan Pengupahan. Selain itu, kenaikan upah berpatokan pada inflasi dan perkembangan ekonomi dan tidak lagi mengacu pada kebutuhan hidup layak (KHL).

“Sangat jelas kebijakan ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” kata Iwan.

Dia menyebutkan, salah satu pasal dalam Undang-Undang ketenagakerjaan itu mengatakan ‘setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan’.

Dengan ini, lanjut Iwan, dalam unjuk rasa nanti SPN akan menyampaikan beberapa pernyataan sikap yakni pertama meminta pemerintah untuk menghentikan segala pembahasan RPP dan membatalkan formula kenaikan upah berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Kedua, SPN meminta agar serikat pekerja atau buruh dilibatkan dalam penetapan upah minimum melalui Dewan Pengupahan. Ketiga, menuntut agar komponen KHL diubah dari saat ini 60 item menjadi 84 item. Ke empat, menuntut agar pelaksanaan struktur dan skala upah dalam pengupahan wajib dilaksanakan di perusahaan serta adanya pidana bagi yang tidak melaksanakannya.

“Ke lima, SPN mendesak gubernur, bupati dan wali kota untuk menetapkan kenaikan upah 2016 sesuai mekanisme yang sudah berjalan selama ini yakni melalui rekomendasi di Dewan Pengupahan,” katanya.

Rapat koordinasi dengan pengurus SPN se-Jabodetabek ini dihadiri oleh DPD SPN Jawa Barat, Banten, dan DKI. Hadir pula Ketua DPC SPN dari kota dan kabupaten Bogor, Tanggerang, Serang, Sukabumi, Depok dan Purwakarta.

Empat Tingkatan Bersuci, Nasehat Imam Ghazali


الطُّهُوْرُ شَطْرُ اْلإِيْمَانِ

“Bersuci adalah separuh dari keimanan” (HR. Muslim)

Apakah Anda mengira bahwa bersuci ini sekedar membersihkan diri dari kotoran dan najis, lalu bisa disebut separuh iman? Bacalah nasehat Imam Al Ghazali ini:

***
Tidaklah benar jika yang dimaksud dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut adalah membersihkan tubuh dengan air tetapi merusak batin dan membiarkannya tetap dipenuhi oleh noda-noda dan kotoran. Sungguh tidak demikian.

Bersuci itu memiliki empat tingkatan:

Pertama, menyucikan anggota tubuh dari hadats, najis dan kotoran.

Kedua, menyucikan diri dari perbuatan jahat dan dosa.

Ketiga, menyucikan hati dari akhlak tercela dan segala hal yang mendatangkan murka Allah Azza wa Jalla

Keempat, menyucikan hati dari hal-hal selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini adalah tingkatan kesucian para Nabi dan siddiqin.

Setiap kesucian tersebut adalah separuh dari pelaksanaan ibadah yang dilakukan setelahnya.
***

Sudah sampai di mana tingkatan kita? Semoga tidak berhenti pada tingkatan pertama. Sebab itu baru permulaan. Baru lahirnya saja. Minimal seorang mukmin berusaha mencapai tingkatan ketiga. Dan yang paling ideal adalah berusaha mencapai tingkatan keempat, meskipun itu adalah maqamnya para Nabi dan siddiqin. Semoga degan berusaha mencapainya, kita dicatat Allah sebagai orang-orang yang dekat dengan tingkatan para Nabi dan Siddiqin.

Rasulullah melarang poligami putrinya



Sikap Rasulullah SAW yang meminta kepada menantunya, Ali bin Abi Thalib ra. untuk tidak mempoligami anaknya, Fatimah, sama sekali tidak bertentangan dengan ayat tentang poligami;

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An-Nisa’: 3)

Permintaan Rasulullah SAW bersifat sangat manusiawi.

Selain sebagai pembawa risalah, Rasulullah SAW juga seorang manusia, yang memiliki istri, anak, menantu serta para sahabat. Hubungan yang bersifat personal antara Rasulullah SAW dengan Ali bin Abu Thalib sangat karib. Sebab, Ali ra. sejak kecil diasuh dan tinggal di rumah Rasulullah SAW. Sehingga kedudukannya sudah layaknya anak sendiri. Dan sebaliknya, Rasulullah SAW sendiri sedari kecil tinggal dan juga diasuh oleh ayahanda-nya Ali ra. Komplitlah kedekatan dan kemesraan antara keduanya.

Hubungan Rasulullah SAW dan Ali ra melewati batas-batas hubungan ‘mainstream’ antara seorang nabi dengan umatnya, mereka tak ubahnya ayah dan anak, teman dekat atau sahabat.

Rasulullah SAW tak jarang ikut campur dalam urusan keluarga Ali ra. dan Fatimah ra. Suatu ketika Fatimah ra. meminta kepada Rasulullah SAW untuk diberikan asisten rumah tangga (ART), namun Rasulullah SAW menolaknya. Bagi Ali ra sendiri, penolakan Rasulullah SAW itu tak membuatnya tersinggung, sebab baginya Rasulullah SAW itu sangat berarti, sangat dekat.

Terkadang Ali bin Abu Thalib ra. merasa ‘salting’ dengan posisi Rasulullah SAW sebagai teman dan sekaligus mertua.

Saking terlihat dekatnya ayah Ali, yakni Abu Thalib dengan  Rasulullah SAW, sampai-sampai dia punya kursi khusus yang tak boleh seorang anaknya untuk mendudukinya, kecuali Rasulullah SAW. Sedemikian spesialnya kedudukan Rasulullah SAW di mata Abu Thalib dan putranya.

Ketika Ali ra. menikahi Fatimah ra, hubungan Rasulullah SAW dengan Ali ra. sangat dekat dan mesra. Bagi seorang Ali ra, mertuanya itu sudah layaknya ayahnya sendiri, teman dan tempat curhat yang paling nyaman. Rasulullah SAW juga demikian, baginya Ali bin Abi Thalib ra. lebih dari sekadar seorang menantu, namun teman akrab, sahabat, tempat curhat dan layaknya anak kandung sendiri.

Jadi, wajar dan manusiawi saat Rasulullah SAW menginginkan agar Ali bin Thalib tak menikahi muslimah lain selain putrinya, paling tidak selama Rasulullah SAW bernafas. Permintaan tersebut bersifat sangat khusus; hanya antara mereka saja. Tentu saja sangat tidak bisa dijadikan dasar hukum (syariat) sehingga seolah poligami ‘diharamkan’ dalam Islam.

Ulama ternama As-Sayyid bin Abdul Aziz As Sa’dani pernah mengatakan; sesungguhnya hukum larangan poligami ini khusus untuk putri Rasulullah SAW. dan bahwasannya ia tidak akan berkumpul dengan putri musuh Allah. Oleh sebab itu, putri Rasulullah tidak akan bersatu bersama putri musuh Allah.

Maka argumentasi haramnya poligami hanya berpedoman karena Rasulullah SAW memberikan larangan Ali ra. menikahi Juwairiyah pasca beristrikan Fatimah ra. adalah tak lebih dari argumentasi yang miss. [Paramuda/ BersamaDakwah]

Sunday, 25 October 2015

Bahaya Lama Hidup Membujang Bahaya Lama Hidup Membujang


Bolehkah memutuskan hidup membujang? Apakah ada larangan membujang dalam Islam?
Sudah jelas perintah untuk menikah. Namun bagaimana jika sebagian pria atau wanita memutuskan untuk hidup membujang? Apakah ada larangannya?

Larangan Tabattul

Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,
رَدَّ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ التَّبَتُّلَ ، وَلَوْ أَذِنَ لَهُ لاَخْتَصَيْنَا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengizinkan ‘Utsman bin Mazh’un untuk tabattul (hidup membujang), kalau seandainya beliau mengizinkan tentu kami (akan bertabattul) meskipun (untuk mencapainya kami harus) melakukan pengebirian.” (HR. Bukhari no. 5073 dan Muslim no. 1402).
Disebutkan dalam Ensiklopedia Fikih terbitan Kementrian Agama Kuwait pada juz 8 halaman 13, tabattul secara bahasa berarti memutus. Sedangkan orang yang mengasingkan diri dengan tujuan beribadah disebut dengan al mutabattil.
Dalam Subulus Salam (juz 6, halaman 10) karya Ash Shan’ani, disebutkan bahwa tabattul adalah enggan menikah karena memutuskan untuk sibuk beribadah pada Allah.
Disebutkan pula oleh Ibnu Hajar Al Asqolani menyatakan pula hal yang sama. Beliau berkata,
الْمُرَاد بِالتَّبَتُّلِ هُنَا الِانْقِطَاع عَنْ النِّكَاح وَمَا يَتَّبِعهُ مِنْ الْمَلَاذ إِلَى الْعِبَادَة
“Yang dimakusd tabattul adalah meninggalkan menikah karena sibuk untuk ibadah.” (Fathul Bari, 9: 118)
Setelah itu, Ibnu Hajar menyebutkan perkataan Ath Thobariy bahwa tabattul yang dimaksudkan oleh ‘Utsman bin Mazh’un adalah mengharamkan pada diri untuk menikahi wanita dan enggan mengenakan wewangian serta segala sesuatu yang menyenangkan. Karenanya turunlah ayat,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu.” (QS. Al Maidah: 87).

Haram Hidup Membujang

Ketika menjelaskan salah satu hadits dalam kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al Asqolani pada bahasan Nikah, Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan hafizhahullah menyebutkan, “Terlarang melakukan tabattul yaitu meninggalkan untuk menikah dikarenakan ingin menyibukkan diri untuk beribadah dan menuntut ilmu padahal mampu ketika itu. Larangan di sini bermakna tahrim (haram).” (Minhatul ‘Allam, 7: 182).
Pernah ada di antara sahabat ada yang punya tekad untuk enggan menikah karena ingin sibuk dalam ibadah. Anas bin Malik berkata,
جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا فَقَالُوا وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ . قَالَ أَحَدُهُمْ أَمَّا أَنَا فَإِنِّى أُصَلِّى اللَّيْلَ أَبَدًا . وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ أُفْطِرُ . وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا . فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا وَاللَّهِ إِنِّى لأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ ، لَكِنِّى أَصُومُ وَأُفْطِرُ ، وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى »
“Ada tiga orang yang pernah datang ke rumah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka bertanya tentang ibadah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika mereka diberitahu, tanggapan mereka seakan-akan menganggap apa yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa-biasa saja.
Mereka berkata, “Di mana kita dibandingkan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Padahal dosa beliau yang lalu dan akan datang telah diampuni.”
Salah satu dari mereka lantas berkata, “Adapun saya, saya akan shalat malam selamanya.”
Yang lain berkata, “Saya akan berpuasa terus menerus, tanpa ada hari untuk tidak puasa.”
Yang lain berkata pula, “Saya akan meninggalkan wanita dan tidak akan menikah selamanya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Kaliankah yang berkata demikian dan demikian. Demi Allah, aku sendiri yang paling takut pada Allah dan paling bertakwa pada-Nya. Aku sendiri tetap puasa namun ada waktu untuk istirahat tidak berpuasa. Aku sendiri mengerjakan shalat malam dan ada waktu untuk tidur. Aku sendiri menikahi wanita. Siapa yang membenci ajaranku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR. Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1401)
Yang dimaksud hadits ‘siapa yang membenci ajaranku …’ sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar,
مَنْ تَرَكَ طَرِيقَتِي وَأَخَذَ بِطَرِيقَةِ غَيْرِي فَلَيْسَ مِنِّي
“Siapa yang meninggalkan jalanku, lalu menempuh jalan selainku, maka tidak termasuk golonganku.” (Fathul Bari, 9: 105)
Berarti menikah termasuk ajaran Islam dan tak boleh dibenci. Ajaran Islam yang disebutkan dalam hadits mengandung maslahat yang besar. Disebutkan kembali oleh Ibnu Hajar,
وَطَرِيقَة النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَنِيفِيَّة السَّمْحَة فَيُفْطِر لِيَتَقَوَّى عَلَى الصَّوْم وَيَنَام لِيَتَقَوَّى عَلَى الْقِيَام وَيَتَزَوَّج لِكَسْرِ الشَّهْوَة وَإِعْفَاف النَّفْس وَتَكْثِير النَّسْل
“Jalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah lurus dan memberikan banyak kelonggaran. Dalam ajaran beliau masih dibolehkan tidak puasa, supaya benar-benar kuat jalani puasa. Dalam Islam masih boleh tidur supaya kuat menjalani shalat malam. Dalam Islam diperbolehkan pula untuk menikah untuk mengekang syahwat, menjaga kesucian diri dan memperbanyak keturunan.” (Fathul Bari, 9: 105)

Beda dengan Ibnu Taimiyah dan Imam Nawawi

Sebagaimana dalam Al Fiqhu Al Manhaji ‘ala Madzhabil Imam Asy Syafi’i (2: 14-15) yang di antara penulisnya adalah Syaikh Musthofa Al Bugho hafizhahullah, disebutkan keadaan orang yang membujang. Berikut rinciannya:
  • Membujang karena tak punya keinginan untuk menikah, bisa jadi karena dilihat dari fitrahnya, atau karena sakit, atau karena tidak mampu memberi nafkah padahal dalam nikah ada keharusan memberi mahar dan nafkah.
  • Membujang karena terlalu sibuk dengan ibadah dan menuntut ilmu diin, dan nikah dapat membuatnya lalai dari hal itu. Walau dari segi finansial, ia sudah mampu untuk menikah.
  • Membujang dalam keadaan mampu untuk menikah secara finansial dan ia tidak disibukkan dengan ibadah dan menuntut ilmu diin (agama).
Untuk kondisi pertama, dimakruhkan untuk menikah.
Untuk kondisi kedua, lebih baik tidak menikah karena adanya maslahat yang besar.
Untuk kondisi ketiga, lebih baik untuk menikah.
Demikian intisari dari penjelasan dalam Al Fiqhu Al Manhajiy.
Adapun keadaan Ibnu Taimiyah begitu pula Imam Nawawi yang tidak menikah hingga meninggal dunia karena mereka tersibukkan pada jihad dengan ilmu. Keadaan mereka masuk dalam kondisi kedua sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.
Anda sendiri yang hidup membujang bisa menilai masuk pada kondisi yang mana? Jangan-jangan Anda cuma menghabiskan waktu muda Anda dengan sia-sia dan tak punya karya apa-apa seperti Imam Nawawi dan Ibnu Taimiyah.
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

INILAH PERKATAAN USTADZ SOLMED "Indonesia Darurat Wahabi, Saya Siap Dituduh Syiah

Pendakwah selebritas Sholeh Mahmoed mengeluarkan pernyataan yang cukup kontroversial. Ustadz Solmed, begitu ia masyhur disapa, mengatakan bahwa dirinya disiap dituduh syiah saat mengeluarkan pernyataan Indonesia Darurat Wahabi.
Ustadz jebolan lomba pidato itu mengatakan melalui laman akun media sosialnya. Berikut beberapa kicauannya yang lumayan kacau.
1. INDONESIA DARURAT WAHABI (siap-siap dituduh Syiah). Tempat wahabi bukan di Indonesia. Indonesia itu tanah Ahlussunnah bukan tanah Ahlu fitnah.
2. Silahkan melakukan amal dari ajaran dan tafsiran gurumu tapi tak perlu kau hina orang yang beda amalan denganmu.
3. Kau fitnah yang tahlil dengan BID’AH. Kau fitnah yang ziarah qubur & berdoa kepada Allah di sana dengan SYIRIK. Perayaan maulid kau tuduh KELUAR SUNNAH.
4. Silahkan gunakan tafsiranmu untuk ibadahmu, jangan kau jadikan tafsirmu untuk menghina, mencaci & memaki saudaramu yang tidak sejalan denganmu.
5. Jangan menjadi virus perpecahan di tengah Ummat. Jangan kau tarik perang saudara & kepentinganmu di Timur Tengah ke tanah pertiwi kami Indonesia.
6. Kuatkan persatuan, perhatikan kepada siapa anak kita mengaji, tanya anak kita apa yang diajarkan gurunya kepada dia. Waallahul Musta’aan.
Pernyataan Solmed mengundang respon dari ustadz muda dari Pondok Pesantren Imam Bukhari, Muhammad Abdurrahman Al Amiry.
“Saya bisa balikkan buat pak Sholeh Mahmoed real. Tempat syiah bukan di Indonesia tapi di Iran. Kalau mau bela syiah, jangan di Indonesia. Indonesia itu tanah ahlussunnah bukan tanah ahlul fitnah.  Mudah bukan?” ucapnya hari ini, Ahad (25/10)