Friday, 25 December 2015

Maskapai Malaysia sesuai prinsip-prinsip syariah pertama, Rayani Air

Maskapai Malaysia sesuai prinsip-prinsip syariah pertama, Rayani Air, terbang pertama kalinya pada Minggu kemarin (21/12/2015), rute Kuala Lumpur-Kepulauan Langkawi (domestik).
Disebut sesuai prinsip-prinsip syariah Islam karena maskapai ini tidak menyediakan makanan non-halal, dan seluruh perempuan muslim yang menjadi kru pesawat mesti memakai hijab, sementara yang non-muslim mesti berpakaian sopan.
Direktur maskapai ini, Jaafar Zamhari, dalam wawancara sebagaimana diberitakan The National Emirate (21/12/2015), menyatakan bahwa Rayani Air merupakan maskapai Malaysia pertama yang dikelola berdasarkan kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah (shariah-compliant).
Sebelumnya sudah terdapat beberapa maskapai negara lain dengan menggunakan standard kepatuhan syariah, dan bahkan maskapai Firnas Airways yang berbasis di Inggris juga merencanakan hal serupa untuk tahun mendatang, sebagaimana dikutip dari media Bloomberg.
Berdasarkan konsep halal, daging babi dan turunan produknya, alkohol, dan binatang yang tidak disembelih sesuai prosedur Islam dinyatakan haram.
Standard halal juga diberlakukan pada produk kosmetik setelah diuji kandungannya, dan proses pembuatannya. (rem/dakwatuna/IKB)

Di Antara Hal Penting yang Harus Ditanyakan kepada Calon Pasangan


Sebelum Anda memutuskan untuk melamar seorang wanita untuk dijadikan pendamping hidup, atau sebelum Anda memutuskan untuk menerima lamaran seorang laki-laki sebagai pendamping hidup, ada pertanyaan-pertanyaan penting yang harus dicari jawabannya.
Akan tetapi, hal ini bukan merupakan legalitas bagi Anda untuk berkhalwat dan bebas berinteraksi dengan lawan jenis. Sebab, pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya boleh Anda sampaikan kepada wali, pihak keluarga, atau sahabat dari sosok yang Anda niatkan untuk dijadikan suami atau istri.
Di antara pertanyaan tersebuat ialah sikap calon suami atau istri Anda terhadap orang tuanya. Bagaimana perlakuannya kepada orang tua? Apakah ia termasuk orang yang berbakti atau durhaka kepada orang tua?
Jika Anda mendapati informasi valid bahwa calon pendamping hidup itu kurang bisa bersikap baik kepada kedua orang tuanya, sebaiknya Anda menunda niat untuk malamar. Berpikirlah baik-baik, dan bayangkan kedua orang tua serta diri Anda sendiri.
Logika sederhananya, jika terhadap orang tua yang wajib dihormati saja dia berlaku durhaka, apa atau siapa yang menjamin bahwa dia akan berlaku baik terhadap Anda sebagai pasangan hidup yang notabene termasuk orang baru dalam kehidupannya?
Bukankah orang tua sudah mengurusi sejak kecil dan terdapat hak yang paling besar setelah hak kepada Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepadanya? Jika kepada orang tua saja sering berkata kasar, pedas, dan menyayat hati, siapa yang akan menjamin bahwa dia akan bermanis-manis kalam di hadapan Anda sebagai pendamping hidup?
Sebaliknya, jika dia termasuk orang yang baik perilakunya kepada kedua orang tua, jangan ragu untuk layangkan lamaran atau menerima pinangannya. Yakinlah, orang-orang yang paling baik kepada pasangan hidupnya adalah mereka yang baik perbuatannya kepada orang tuanya.
Jika pun ada orang yang berlaku buruk terhadap pasangan hidup, tapi terkenal baik kepada kedua orang tuanya, hal itu hanya sebuah penyimpangan lantaran tidak menyeluruhnya pemahaman tentang Islam yang mulia ini.
Yang terpenting, jangan sampai Anda berlaku konyol dengan tidak melibatkan peran atau persetujuan orang tua. Apalagi jika keduanya masih hidup. Sebab, restu dan persetujuan keduanya merupakan salah satu tiket yang harus dikantongi agar pernikahan Anda menggapai bahagia dan berkah.
Jangan pula Anda mengesampingkan kedua orang tua hanya demi calon pasangan hidup. Selain belum terbukti cintanya karena belum diuji dalam masalah pernikahan, orang tua tetap tak tergantikan. Apalagi orang tua Anda telah mewakafkan hidup, darah, keringat, dan air matanya demi kehidupan Anda.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]

Umat Muslim Lebih Mencintai Ajaran Yesus Daripada Umat Kristen




Diterjemahkan dari artikel yang ditulis oleh Dr. Laurence Brown dari leveltruth.com
Ketika saya masih kecil, pada tahun 1960-1970-an dan tinggal hanya beberapa blok jauhnya dari distrik Haight-Ashbury di San Francisco, saya dikelilingi oleh gerakan hippie. (Lebih lanjut tentang gerakan hippie bisa dibaca disini: Sejarah Hippies). Pada saat itu adalah zamannya kebebasan seksual, revolusi budaya, dan kecerobohan sosial.
Saya tidak pernah terjebak dalam gerakan hippie, tapi karena kehidupan semasa kecil saya dikelilingi oleh gerakan itu, oleh karenanya saya mengetahui perkembangannya. Satu hal yang saya ingat dengan jelas adalah banyak dari kaum hippie yang dijuluki sebagai "Pengikut fanatik Yesus." Seiring saya mengingat-ingat kembali kenangan masa kecil saya, hampir empat dekade kemudian, eufemisme ini tampak aneh. Kaum hippie dianggap "Pengikut fanatik Yesus" karena mereka berpakaian layaknya Yesus, membiarkan rambut mereka gondrong seperti Yesus, meninggalkan cinta materialisme / cinta duniawi seperti yang Yesus lakukan, dan mengabdi kepada Tuhan, menyebarkan perdamaian dan cinta kasih.

Sekarang, banyak dari kaum hippie yang jatuh ke dalam penggunaan obat terlarang dan kehidupan seksual. Sebuah praktik yang jauh dari sifat-sifat dan keteladanan Yesus. Namun, bukan hal ini yang membuat kaum hippies disebut sebagai “pengikut fanatik Yesus.” Sebaliknya, mereka disebut “pengikut fanatik Yesus” karena rambut mereka yang gondrong, pakaian yang longgar, jauh dari cinta keduniawian, persatuan di antara sesama mereka dan pasivisme, semua ini adalah hasil dari upaya mereka untuk berperilaku seperti Yesus. The House of Love and Prayer (Rumah Ibadah Cinta dan Do’a) yang terletak di dekat rumah saya, adalah tempat berkumpulnya para kaum hippie yang berjiwa baik ini, dan nama dari rumah ibadah mereka adalah cerminan dari fokus mereka dalam kehidupan.
Melihat kembali ke belakang, apa yang terasa aneh bagi saya sekarang bukanlah kaum hippie yang ingin mempraktekkan ajaran-ajaran Yesus, tetapi fakta bahwa orang-orang mengkritik mereka karena hal itu. Apa yang tampak lebih aneh adalah sebagian orang Kristen, di era modern sekarang, juga mengkritik hal tersebut. Dan sesungguhnya, apa yang tampak paling aneh, sebelum saya masuk Islam, adalah bahwa umat Islam tampaknya lebih mempraktekkan ajaran Yesus daripada orang-orang Kristen.
Sekarang, pernyataan saya di atas membutuhkan penjelasan, jadi inilah penjelasan saya: Pertama-tama, baik Kekristenan dan Islam menganggap Yesus sebagai nabi dari agama mereka. Namun, ajaran Yesus telah hilang dari keyakinan dan praktik kebanyakan penganut Kristen. Sebaliknya, ajaran-ajaran Yesus dihormati dan dipraktekkan dalam Islam.
Mari kita lihat beberapa contoh.
Penampilan


  • Yesus berjenggot, sebagaimana umat Muslim juga dianjurkan untuk berjenggot dalam Islam. Sementara itu, hanya sedikit penganut Kristen yang berjenggot. 
  • Yesus berpakaian sederhana. Jika kita menutup mata dan membayangkan rupa Yesus, kita melihat jubah yang panjang, dari pergelangan tangan sampai pergelangan kaki, kira-kira seperti jubah Arab yang longgar dan pakaian shalwar kamiz Indio-Pakistan, dimana banyak umat Muslim di daerah tersebut. Namun sayangnya pakaian yang terbuka atau menggoda begitu menjamur dalam budaya Kristen modern. 
  • Ibunda Yesus menutupi rambutnya, dan hal ini dipraktekkan oleh wanita Kristen dari kawasan Palestina dan sekitarnya hingga pertengahan abad kedua puluh. Dan lagi-lagi, ini adalah praktek yang dilakukan umat Islam serta Yahudi Ortodoks (dimana Yesus juga merupakan orang Yahudi), tetapi tidak dipraktekkan di antara orang-orang Kristen modern.
Tata krama

 

  • Yesus berfokus pada keselamatan dan menghindari gemerlap dunia. Berapa banyak orang Kristen yang melakukan ini selain hari Minggu? Bandingkan dengan umat Muslim yang beribadah setiap harinya dengan shalat limat waktu. 
  • Yesus berbicara dengan kerendahan hati dan kebaikan. Dia tidak "pamer." Ketika kita membayangkan Yesus yang sedang berkhotbah di hadapan banyak orang, kita tidak melihat adanya sandiwara. Dia adalah seorang pria sederhana yang terkenal akan kejujuran dan kebenaran. Sekarang, ada berapa banyak misionaris dan pendeta Kristen yang mengikuti contoh ini? 
  • Yesus mengajarkan murid-muridnya untuk mengucapkan salam "Damai" (Lukas 10: 5), dan kemudian memberikan contoh dengan mengucapkan "Damai sejahtera bagi kamu" (Lukas 24:36, Yohanes 20:19, Yohanes 20:21, Yohanes 20: 26). Lalu, siapakah yang terus mempraktekkan ajaran ini sampai sekarang, Kristen atau Muslim? "Damai sejahtera bagi kamu" adalah arti dari sapaan umat Muslim, “Assalammu’alaikum.” Yang menarik, kita juga menemukan ucapan ini dalam Yudaisme (Kejadian 43:23, Bilangan 6:26, Hakim 6:23, I Samuel 1: 17 dan I Samuel 25: 6).
Praktek agama

  • Yesus disunat (Lukas 2:21). Paulus mengajarkan sunat itu tidak perlu (Roma 4:11 dan Galatia 5: 2). Sedangkan umat Muslim juga disunat. 
  • Yesus tidak makan daging babi, sesuai dengan hukum Perjanjian Lama (Imamat 11: 7 dan Ulangan 14: 8). Muslim secara keseluruhan juga tidak makan babi. Bagaimana dengan umat Kristen? Hmm... saya rasa Anda sudah tahu jawabannya. 
  • Yesus tidak memberi atau mengambil riba (bunga), sesuai dengan larangan dalam Perjanjian Lama (Keluaran 22:25). Riba (bunga) dilarang dalam Perjanjian Lama dan Al-Qur'an, sebagaimana juga dilarang dalam agama Yesus. Perekonomian sebagian besar negara Kristen, bagaimanapun, terstruktur berdasarkan riba. 
  • Yesus tidak berzina, dan tidak melakukan hubungan di luar nikah dengan wanita. Sekarang, masalah ini meluas ke kontak fisik dengan lawan jenis. Kecuali melakukan ritual keagamaan dan membantu mereka yang membutuhkan, Yesus tidak pernah menyentuh seorang wanita selain ibunya. Penganut Yahudi Ortodoks yang taat terus mempraktekkan ajaran ini sampai sekarang sesuai dengan ajaran Perjanjian Lama. Demikian juga, Muslim yang taat tidak mau bersentuhan antara lawan jenis. Bisakah penganut Kristen yang terbiasa melakukan "peluklah sesamamu" dan "ciumlah pengantinmu" mengklaim hal yang sama? 
Praktek Ibadah

  • Yesus mensucikan dan membersihkan dirinya sebelum berdoa, seperti praktek para nabi yang mendahuluinya (lihat Keluaran 40: 31-32 tentang Musa dan Harun), dan inilah yang dilakukan umat Muslim. 
  • Yesus berdoa dengan sujud (Matius 26:39), seperti para nabi lainnya (lihat Nehemia 8: 6 tentang Ezra dan orang-orang, Yosua 5:14 tentang Yosua, Kejadian 17: 3 dan 24:52 tentang Abraham, Keluaran 34: 8 dan Bilangan 20: 6 tentang Musa dan Harun). Siapakah yang berdoa seperti itu, Kristen atau Muslim? 
  • Yesus berpuasa selama lebih dari sebulan pada suatu waktu (Matius 4: 2 dan Lukas 4: 2), seperti yang dilakukan orang-orang saleh sebelumnya (Keluaran 34:28, I Raja-Raja 19: 8), dan seperti ini pulalah yang dilakukan Muslim setiap tahunnya pada bulan Ramadhan. 
  • Yesus melakukan perjalanan jauh untuk tujuan ibadah, sebagaimana semua orang Yahudi Ortodoks juga melakukannya. Umat Muslim melakukan perjalanan ibadah ke Mekkah, dan hal ini juga disinggung di dalam Bibel. (Untuk referensi lebih lengkap, bisa merujuk pada The First and Final Commandment oleh Dr. Laurence Brown).
Masalah Keimanan

  • Yesus mengajarkan keesaan Tuhan (Markus 12: 29-30, Matius 22:37 dan Lukas 10:27), sebagaimana juga disampaikan dalam perintah utama (Keluaran 20: 3). Dia tidak pernah mengajarkan trinitas. 
  • Yesus menyatakan dirinya sebagai seorang pria dan seorang nabi Allah (lebih lengkapnya, bacalah: Mempertanyakan Ketuhanan Yesus), dan tidak pernah dia mengaku ilahi. Agama manakah yang lebih sesuai dengan hal ini? Apakah formula trinitas yang diajarkan Kristen atau ajaran tauhid (menyembah Tuhan Yang Maha Esa dan tidak menyekutukan-Nya) dalam Islam?
Singkatnya, Muslim tampaknya menjadi "Pengikut Yesus yang fanatik" dari era modern, jika yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah mereka yang hidup berdasarkan hukum-hukum Tuhan dan teladan Yesus.
Kita bertanya-tanya apa yang menyebabkan jurang perbedaan yang sangat besar antara para pengikut Yesus di zamannya dan penganut Kristen modern di zaman sekarang. Pada saat yang sama, kita harus menghormati fakta bahwa umat Muslim lebih memuliakan dan mempraktekkan ajaran Yesus daripada penganut Kristen. Selanjutnya, kita harus ingat bahwa Perjanjian Lama menubuatkan tiga nabi yang harus diikuti. Yohanes Pembaptis dan Yesus Kristus adalah yang pertama dan kedua, dan Yesus Kristus sendiri telah menubuatkan nabi ketiga dan terakhir yang akan datang. Oleh karena itu, baik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menubuatkan tentang seorang nabi terakhir, dan kitalah yang salah jika kita tidak mempertimbangkan bahwa nabi terakhir itu adalah Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, dan wahyu terakhirnya adalah Islam. (lampu islam /IKB)

I Love Jesus, Because I'm Muslim


Komunitas Muslim di AS menggelar sebuah acara menarik bertajuk "I Love Jesus, Because I’m Muslim".

Inilah dakwah Islam di Amerika yang digalakan oleh Kelompok Muslim Amerika ternama, Islamic Circle of North America (ICNA). Mereka berusaha mengenalkan siapa itu Jesus sebenarnya, dan juga membagikan Al-Quran terjemahan bahasa Inggris.

Foto di atas adalah foto kegiatan ICNA di Abbot Kinney Festival 2015 di Los Angeles yang dirilis oleh fanpage ICNA pada 28 September 2015 lalu.

Dalam tulisannya yang berjudul (terjemahan) "Umat Muslim Lebih Mencintai Ajaran Yesus Daripada Umat Kristen", Dr. Laurence Brown, seorang mualaf menyampaikan bukti-bukti bahwa Umat Islam lah yang mengamalkan ajaran Yesus.

Diantaranya:

- Yesus disunat (Lukas 2:21). Sedangkan umat Muslim juga disunat.

- Yesus tidak makan daging babi, sesuai dengan hukum Perjanjian Lama (Imamat 11: 7 dan Ulangan 14: 8). Muslim secara keseluruhan juga tidak makan babi. Bagaimana dengan umat Kristen?

- Yesus tidak memberi atau mengambil riba (bunga), sesuai dengan larangan dalam Perjanjian Lama (Keluaran 22:25). Riba (bunga) juga dilarang dalam Al-Qur'an, sebagaimana juga dilarang dalam agama Yesus. Perekonomian sebagian besar negara Kristen, bagaimanapun, terstruktur berdasarkan riba.

- Yesus berjenggot, sebagaimana umat Muslim juga dianjurkan untuk berjenggot dalam Islam.

- Ibunda Yesus menutupi rambutnya, dan hal ini dipraktekkan oleh wanita Kristen dari kawasan Palestina dan sekitarnya hingga pertengahan abad kedua puluh. Dan lagi-lagi, ini adalah praktek yang dilakukan umat Islam, tetapi tidak dipraktekkan di antara orang-orang Kristen modern.

- Yesus mengajarkan murid-muridnya untuk mengucapkan salam "Damai" (Lukas 10: 5), dan kemudian memberikan contoh dengan mengucapkan "Damai sejahtera bagi kamu" (Lukas 24:36, Yohanes 20:19, Yohanes 20:21, Yohanes 20: 26). Lalu, siapakah yang terus mempraktekkan ajaran ini sampai sekarang, Kristen atau Muslim? "Damai sejahtera bagi kamu" adalah arti dari sapaan umat Muslim, “Assalammu’alaikum.” Yang menarik, kita juga menemukan ucapan ini dalam Yudaisme (Kejadian 43:23, Bilangan 6:26, Hakim 6:23, I Samuel 1: 17 dan I Samuel 25: 6).(Piyungan onlain /IKB)

Thursday, 24 December 2015

5 Hal Yang "Disembunyikan" Media Dari Pertemuan PKS-JOKOWI



Oleh: Lou Chin Lung*

"KEMANA OBJEKTIVITAS MEDIA"

Ada yang disembunyikan oleh media dari pertemuan PKS-JOKOWI.

Saat ini isu yang santer bahwa PKS mendekat kepada JOKOWI, dan mendukung kinerja pemerintahan.

Padahal pertemuan kemarin siang ada 5 hal yang harusnya di blow up media, bukannya disembunyikan.

Kehadiran PKS di sana adalah meneruskan hasil mukernas PKS 2015 kepada presiden melalui fraksi. Dan ini adalah tindakan murni sebagai oposisi yang jantan.

1. Evaluasi kepada presiden JOKOWI. Pekerjaan rumah JOKOWI - JK adalah perekonomian nasional yang terpuruk. Target pertumbuhan ekonomi yang mencapai tujuh persen per tahun masih jauh dari harapan.

2. Empat komponen pertumbuhan ekonomi, yakni konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, investasi dan ekspor mengalami pelemahan signifikan.

3. Pemerintah juga belum berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat. Indikasinya, ada peningkatan jumlah orang miskin di Indonesia. Pemerintah tidak optimal dalam memitigasi pesatnya laju kesenjangan pendapatan yang sudah terjadi di periode sebelumnya.

4. Dalam penegakan hukum, pemerintah juga tidak optimal melakukan konsolidasi antar penegak hukum, sehingga agenda pemberantasan hukum belum solid.

5. Dalam persoalan politik, PKS mendorong pemerintah segera menciptakan stabilitas politik nasional. Stabilitas politik nasional adalah landasan dari terbangunnya stabilitas perekonomian dan keamanan nasional.

Dan satu satunya oposisi yang berani merangsek ke jantung istana adalah PKS.

PKS secara terang terangan melalui wakil wakil fraksinya menyampaikan kepada JOKOWI, sebuah nasehat berharga.

Bahwa politik RASULALLAAH adalah mendekatkan umat pada ilmu dan ulama, yaitu ilmu yang sempurna mengajak keta’atan kepada ALLAAH.

JOKOWI harus meletakkan kebenaran pada tempatnya yang agung, jangan nodai kebenaran demi kepentingan kepentingan sendiri yang dikarang karang seolah menjadi bagian dari kebenaran itu sendiri.

*Sumber: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=207548566248966&set=a.139256663078157.1073741826.100009814724433&type=3&theater

Menangis Karena Kaya


Ada yang menangis karena kaya, yaitu ‘Abdurrahman bin ‘Auf. Cuma karena kekayaannya yang dimiliki, ia menangis. Kenapa bisa?

Menangis Karena Kaya

Dari Ibrahim bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ia bercerita,
أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ – رضى الله عنه – أُتِىَ بِطَعَامٍ وَكَانَ صَائِمًا فَقَالَ قُتِلَ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّى ، كُفِّنَ فِى بُرْدَةٍ ، إِنْ غُطِّىَ رَأْسُهُ بَدَتْ رِجْلاَهُ ، وَإِنْ غُطِّىَ رِجْلاَهُ بَدَا رَأْسُهُ – وَأُرَاهُ قَالَ – وَقُتِلَ حَمْزَةُ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّى ، ثُمَّ بُسِطَ لَنَا مِنَ الدُّنْيَا مَا بُسِطَ – أَوْ قَالَ أُعْطِينَا مِنَ الدُّنْيَا مَا أُعْطِينَا – وَقَدْ خَشِينَا أَنْ تَكُونَ حَسَنَاتُنَا عُجِّلَتْ لَنَا ، ثُمَّ جَعَلَ يَبْكِى حَتَّى تَرَكَ الطَّعَامَ
“Suatu saat pernah dihidangkan makanan kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu. Tetapi waktu itu ia sedang berpuasa. ‘Abdurrahman ketika itu berkata, “Mush’ab bin ‘Umair adalah orang yang lebih baik dariku. Ia meninggal dunia dalam keadaan mengenakan selimut yang terbuat dari bulu. Apabila kepalanya ditutup, maka terbukalah kakinya. Jika kakinya ditutup lebih baik dariku. Ketika ia terbunuh di dalam peperangan, kain yang mengafaninya hanyalah sepotong, maka tampaklah kepalanya. Begitu pula Hamzah demikian adanya, ia pun lebih baik dariku. Sedangkan kami diberi kekayaan dunia yang banyak.” Atau ia berkata, “Kami telah diberi kekayaan dunia yang sebanyak-banyaknya. Kami khawatir, jikalau kebaikan kami telas dibalas dengan kekayaan ini.” Kemudian ia terus menangis dan meninggalkan makanan itu.” (HR. Bukhari, no. 1275)
Hadits di atas disebutkan dalam Riyadh Ash-Shalihin no. 454 pada judul Bab “Keutamaan Menangis Karena Takut pada Allah Ta’ala dan Rindu pada-Nya”.

Kisah ‘Abdurrahman bin ‘Auf dengan Kekayaannya

‘Abdurrahman bin ‘Auf adalah di antara sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira dengan surga. Beliau juga termasuk di antara enam sahabat yang dijadikan oleh Umar untuk khilafah. ‘Abdurrahman juga adalah di antara sahabat yang mengikuti perang Badar yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ ، فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ
Lakukanlah apa yang kalian mau, Allah benar-benar telah mengampuni kalian.” (HR. Bukhari, no. 3007 dan Muslim, no. 2494)
‘Abdurrahman juga termasuk sahabat yang mengikuti Baiatur Ridwan yang disebutkan oleh Allah,
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon.” (QS. Al-Fath: 18)
Beberapa peperangan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pula diikuti oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf.
‘Abdurrahman termasuk orang yang kaya yang rajin bersyukur. Kekayaannya begitu banyak sampai ia tinggalkan ketika meninggal dunia adalah 1000 unta, 3000 kambing, dan 100 kuda. Semuanya digembalangkan di Baqi’, daerah pekuburan saat ini dekat Masjid Nabawi. Beliau memiliki lahan pertanian di Al-Jurf dan ada 20 hewan yang menyiramkan air di lahan tersebut. Artinya, begitu luasnya lahan pertanian yang dimiliki oleh ‘Abdurrahman.

Pelajaran dari Tangisan ‘Abdurrahman bin ‘Auf

Apa yang disebutkan dalam hadits menunjukkan bahwa hendaknya kita menghiasi diri kita dengan sifat tawadhu’. ‘Abdurrahman bin ‘Auf menganggap lainnya lebih baik darinya. Ia menganggap Mush’ab bin ‘Umair dan Hamzah itu lebih baik. Itu tanda bahwa beliau adalah orang yang tawadhu’ atau rendah hati.
Keadaan dua orang sahabat tersebut menunjukkan bahwa mereka adalah orang yang tidak rakus dan begitu zuhud pada dunia. Lihat saja keadaan ketika mereka meninggal dunia, kain kafan pun kurang. Tidak seperti kita-kita yang begitu rakus dan tak pernah letih mengejar dunia. Padahal kekayaan tidak dibawa mati. Yang menemani kita saat di alam kubur justru adalah amalan kita.
Lalu apa yang disedihkan oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf?
Ia sedih jika saja balasan untuk amalan shalihnya disegerakan di dunia dengan kekayaan yang ia peroleh saat itu. Itulah yang beliau takutkan.
Sedangkan kita saat ini, begitu sombong dengan dunia yang kita miliki dan senang untuk memamerkan. Kita malah tak mungkin menangis seperti ‘Abdurrahman bin ‘Auf karena kekayaan yang kita peroleh.
Ibnu Hajar menyatakan, “Hadits ini mengandung pelajaran tentang keutamaan hidup zuhud. Juga ada anjuran bahwa orang yang bagus agamanya hendaknya tidak berlomba-lomba dalam memperbanyak harta karena hal itu akan membuat kebaikannya berkurang. Itulah yang diisyaratkan oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf bahwa beliau khawatir karena kekayaan melimpah yang ia miliki, itulah yang menyebabkan Allah segerakan baginya kebaikan di dunia (sedang di akhirat tidak mendapat apa-apa, pen.).” (Fath Al-Bari, 7: 410)
Ada nasihat dari Ibnu Hubairah, “Jika Allah memberikan karunia limpahan harta pada seorang mukmin, dianjurkan baginya untuk mengingat susahnya hidup orang-orang mukmin sebelum dia.” (Al-Ifshah ‘an Ma’ani Ash-Shahah, 1: 301, dinukil dari Kunuz Riyadh Ash-Shalihin, 7: 180).

Referensi:

Kunuz Ar-Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, tahun 1430 H. Rais Al-Fariq Al-‘Ilmi: Prof. Dr. Hamad bin Nashir bin ‘Abdurrahman Al-‘Ammar. Penerbit Dar Kunuz Isybiliya

Agama Semua Nabi dan Rasul Hanya Satu: ISLAM



قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَالْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلَّاتٍ أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Aku adalah orang yang paling dekat dan paling mencintai Isa bin Maryam di dunia maupun di akhirat. Para nabi itu adalah saudara seayah walau ibu mereka berlainan, dan agama mereka adalah satu."

(HR. Bukhari dalam Kitab Ahadits al-Anbiya’, lihat Fath al-Bari [6/550]. Diriwayatkan pula oleh Muslim dalam Kitab al-Fadha’il dengan redaksi yang agak berbeda)

 هُوَ ٱجۡتَبَٮٰكُمۡ وَمَا جَعَلَ عَلَيۡكُمۡ فِى ٱلدِّينِ مِنۡ حَرَجٍ۬‌ۚ مِّلَّةَ أَبِيكُمۡ إِبۡرَٲهِيمَ‌ۚ هُوَ سَمَّٮٰكُمُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ مِن قَبۡلُ وَفِى هَـٰذَا لِيَكُونَ ٱلرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيۡكُمۡ وَتَكُونُواْ شُہَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ‌ۚ

"Dia telah memilih kamu (Muhammad) dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia." [QS Al-Hajj(22):78]

***
Muhammad ﷺ Penutup Para Nabi dan Hubungan Dakwahnya dengan Dakwah Samawiyah Terdahulu
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penutup para Nabi. Tidak ada Nabi sesudahnya. Ini telah disepakati oleh kaum Muslimin dan merupakan salah satu “aksioma” Islam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Perumpamaan aku dengan Nabi sebelumku ialah seperti seorang lelaki yang membangun sebuah bangunan kemudian ia memperindah dan mempercantik bangunan tersebut kecuali satu tempat batu bata di salah satu sudutnya. Ketika orang-orang mengitarinya, mereka kagum dan berkata, ‘Amboi, jika batu bata ini diletakkan?’ Akulah batu bata itu dan aku adalah penutup para Nabi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hubungan antara dakwah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan dakwah para Nabi terdahulu berjalan di atas prinsip ta’kid (penegasan) dan tatmim (penyempurnaan) sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.

Dakwah para Nabi didasarkan pada dua asas. Pertama, aqidah. Kedua, syariat dan akhlak.

Aqidah mereka sama; dari Nabi Adam ‘alaihis salam sampai kepada penutup para Nabi (Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam). Esensi aqidah mereka ialah iman kepada wahdaniyah Allah. Menyucikan Allah dari segala perbuatan dan sifat yang tidak layak bagi-Nya. Beriman kepada hari akhir, hisab, neraka, dan surga. Setiap Nabi mengajak kaumnya untuk mengimani perkara tersebut. Masing-masing dari mereka datang sebagai pembenaran atas dakwah sebelumnya sebagai kabar gembira akan bi’tsah Nabi sesudahnya. Demikianlah, bi’tsah mereka saling menyambung kepada berbagai kaum dan umat. Semuanya membawa hakikat yang diperintahkan untuk menyampaikan kepada manusia, yaitu dainunah lillahi wahdah (tunduk patuh kepaa Allah semata). Inilah yang dijelaskan Allah dengan firman-Nya,

“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh, dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu tegakkan agama, dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.” (Asy Syura’ [42]: 13)

Tidak mungkin akan terjadi perbedaan aqidah di antara dakwah-dakwah para Nabi karena masalah aqidah termasuk ikhbar (pengabaran). Pengabaran tentang sesuatu tidak mungkin akan berbeda antara satu pengabar dan pengabar yang lain jika kita yakini kebenaran khabar yang di bawahnya. Tidak mungkin seorang Nabi diutus untuk menyampaikan kepada manusia bahwa Allah adalah salah seorang dari yang tiga (Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan). Setelah itu, diutus Nabi lain yang datang sesudahnya untuk menyampaikan kepada manusia bahwa Allah Mahasatu, tiada sekutu bagi-Nya, padahal masing-masing dari kedua Nabi tersebut sangat jujur, tidak akan pernah berkhianat tentang apa yang dikabarkannya.

Dalam masalah syariat, yaitu penetapan hukum yang bertujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat dan pribadi, telah terjadi perbedaan menyangkut cara dan jumlah antara satu Nabi dan Nabi yang lainnya karena syariat termasuk dalam kategori insya’, bukan ikhbar sehingga berbeda dengan masalah aqidah. Selain itu, perkembangan zaman dan perbedaan umat atau kaum akan berpengaruh terhadap perkembangan syariat dan perbedaannya karena prinsip penetapan hukum didasarkan pada tuntunan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Di samping bi’tsah setiap Nabi sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah khusus bagi umat tertentu, bukan untuk semua manusia, hukum-hukum syariatnya hanya terbatas pada umat tertentu, sesuai dengan kondisi umat tersebut.

Musa ‘alaihis salam misalnya, diutus kepada bani Israel. Sesuai dengan kondisi bani Israel pada waktu itu. Mereka memerlukan syariat yang ketat yang seluruhnya didasarkan atas asas ‘azimah, bukan rukhshah.

Setelah beberapa kurun waktu, diutuslah Nabi Isa ‘alaihis salam kepada mereka dengan membawa syariat yang agak longgar bila dibandingkan dengan syariat yang dibawa oleh Nabi Musa. Perhatikan firman Allah melalui Isa ‘alaihis salam yang ditujukan kepada bani Israel,

“…Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu ….” (Ali Imran [3]: 50)

Nabi Isa ‘alaihis salam menjelaskan kepada mereka bahwa menyangkut masalah-masalah aqidah, ia hanya membenarkan apa yang tertera di dalam kitab Taurat, menegaskan dan memperbaharui dakwah kepada mereka. Jika menyangkut masalah syariat dan hukum halal haram, ia telah ditugaskan untuk mengadakan beberapa perubahan, penyederhanaan, dan menghapuskan sebagian hukum yang pernah memberatkan mereka.

Sesuai dengan ini, bi’tsah setiap Rasul membawa aqidah dan syariat.

Dalam masalah aqidah, tugas setiap Nabi tidak lain hanyalah menegaskan kembali (ta’kid) aqidah yang sama yang pernah dibawa oleh para Rasul sebelumnya, tanpa perubahan atau perbedaan sama sekali.

Dalam masalah syariat, setiap Rasul menghapuskan syariat sebelumnya, kecuali hal-hal yang ditegaskan oleh syariat yang datang kemudian, atau didiamkannya. Ini sesuai dengan madzhab orang yang mengatakan bahwa syariat umat sebelum kita adalah syariat bagi kita (juga) selama tidak ada (nash) yang dapat menghapuskannya.

Dari uraian di atas, jelas tidak ada sesuatu yang disebut orang dengan Adyan Samawiyah (agama-agama samawi/langit). Yang ada hanyalah Syariat-Syariat Samawiyah (syariat-syariat langit), di mana setiap syariat yang baru menghapuskan syariat sebelumnya, sampai datang syariat terakhir yang dibawa oleh penutup para Nabi dan Rasul.

Ad Din Al Haq hanya satu, Islam. Semua Nabi berdakwah kepadanya dan memerintahkan kepada manusia untuk tunduk (dainunah) kepada-Nya, sejak Nabi Adam sampai Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Nabi Ibrahim, Isma’il, dan Ya’qub diutus dengan membawa Islam. Firman Allah,

وَمَن يَرۡغَبُ عَن مِّلَّةِ إِبۡرَٲهِـۧمَ إِلَّا مَن سَفِهَ نَفۡسَهُ ۥ‌ۚ وَلَقَدِ ٱصۡطَفَيۡنَـٰهُ فِى ٱلدُّنۡيَا‌ۖ وَإِنَّهُ ۥ فِى ٱلۡأَخِرَةِ لَمِنَ ٱلصَّـٰلِحِينَ (١٣٠) إِذۡ قَالَ لَهُ ۥ رَبُّهُ ۥۤ أَسۡلِمۡ‌ۖ قَالَ أَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ (١٣١) وَوَصَّىٰ بِہَآ إِبۡرَٲهِـۧمُ بَنِيهِ وَيَعۡقُوبُ يَـٰبَنِىَّ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصۡطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ (١٣٢

“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang-orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia, dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang shaleh. Ketika Rabbnya berfirman kepadanya, ‘Tunduk patuhlah!’ Ibrahim menjawab, ‘Aku tunduk patuh kepada Rabb semesta alam.’ Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Nabi Ya’qub. (Ibrahim berkata), ‘Hai anak-anakku! Sesungguhnya, Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk Islam.’” (al-Baqarah [2]: 130-132)

Musa ‘alaihis salam diutus kepada bani Israel juga dengan membawa Islam.

Firman Allah tentang tukang-tukang sihir Fir’aun,

“Ahli sihir itu menjawab, ‘Sesungguhnya, kepada Rabb kamilah kami kembali. Dan kamu tidak membalas dendam dengan menyiksa kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Rabb kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami,’ (Mereka berdua), ‘Wahai Rabb kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami, dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepadamu)”  (al-A’raf [7]: 125-126)

Demikian pula Isa ‘alaihis salam, ia diutus dengan membawa Islam. 

Firman Allah,

 فَلَمَّآ أَحَسَّ عِيسَىٰ مِنۡہُمُ ٱلۡكُفۡرَ قَالَ مَنۡ أَنصَارِىٓ إِلَى ٱللَّهِ‌ۖ قَالَ ٱلۡحَوَارِيُّونَ نَحۡنُ أَنصَارُ ٱللَّهِ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَٱشۡهَدۡ بِأَنَّا مُسۡلِمُونَ

“Maka ketika Isa mengetahui keingkaran dari mereka (bani Israel), berkatalah ia, ‘Siapakah yang akan menjadi penolongku untuk (menegakkan agama Allah)’ Para Hawariyyun (sahabat-sahabat setia) menjawab, ‘Kamilah penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada-Nya, dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang Muslim.’” (Ali Imran [3]: 52)

Mungkin timbul pertanyaan, mengapa orang-orang yang menganggap dirinya pengikut Musa ‘alaihis salam menganut aqidah yang berbeda dari aqidah tauhid yang dibawa oleh para Nabi? Mengapa orang-orang yang menganggap dirinya pengikut Isa ‘alaihis salam meyakini akidah lain?

Jawaban atas pertanyaan ini terdapat dalam firman Allah,

“Sesungguhnya, agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam, tiada berselisih orang-orang yang telah diberi al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka….” (Ali Imran [3]: 19)

“Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah melainkan sesudah datangnya pengetahuan kepada mereka karena kedengkian di antara mereka. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Rabbmu dahulunya (untuk menangguhkan siksa) sampai kepada waktu yang telah ditentukan, pastilah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka al-Kitab (Taurat dan Injil) sesudah mereka, benar-benar dalam keraguan yang mengguncangkan tentang kitab itu,” (Asy Syura’ [42]: 14)

Dengan demikian, semua Nabi diutus dengan membawa Islam yang merupakan agama di sisi Allah. Para Ahli Kitab mengetahui kesatuan agama ini. Mereka juga mengetahui bahwa para Nabi diutus untuk saling membenarkan dalam hal agama yang diutusnya. Mereka (para Nabi) tidak pernah berbeda dalam masalah aqidah. Akan tetapi, para Ahli Kitab sendiri terpecah belah dan berdusta atas Nabi kendatipun telah datang pengetahuan tentang hal itu kepada mereka karena kedengkian di antara mereka, sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah di atas.[]

__
Sumber: SIRAH NABAWIYAH, DR Muhammad Sa'id Ramadhan Al-Buthy