Thursday, 24 December 2015

5 Hal Yang "Disembunyikan" Media Dari Pertemuan PKS-JOKOWI



Oleh: Lou Chin Lung*

"KEMANA OBJEKTIVITAS MEDIA"

Ada yang disembunyikan oleh media dari pertemuan PKS-JOKOWI.

Saat ini isu yang santer bahwa PKS mendekat kepada JOKOWI, dan mendukung kinerja pemerintahan.

Padahal pertemuan kemarin siang ada 5 hal yang harusnya di blow up media, bukannya disembunyikan.

Kehadiran PKS di sana adalah meneruskan hasil mukernas PKS 2015 kepada presiden melalui fraksi. Dan ini adalah tindakan murni sebagai oposisi yang jantan.

1. Evaluasi kepada presiden JOKOWI. Pekerjaan rumah JOKOWI - JK adalah perekonomian nasional yang terpuruk. Target pertumbuhan ekonomi yang mencapai tujuh persen per tahun masih jauh dari harapan.

2. Empat komponen pertumbuhan ekonomi, yakni konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, investasi dan ekspor mengalami pelemahan signifikan.

3. Pemerintah juga belum berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat. Indikasinya, ada peningkatan jumlah orang miskin di Indonesia. Pemerintah tidak optimal dalam memitigasi pesatnya laju kesenjangan pendapatan yang sudah terjadi di periode sebelumnya.

4. Dalam penegakan hukum, pemerintah juga tidak optimal melakukan konsolidasi antar penegak hukum, sehingga agenda pemberantasan hukum belum solid.

5. Dalam persoalan politik, PKS mendorong pemerintah segera menciptakan stabilitas politik nasional. Stabilitas politik nasional adalah landasan dari terbangunnya stabilitas perekonomian dan keamanan nasional.

Dan satu satunya oposisi yang berani merangsek ke jantung istana adalah PKS.

PKS secara terang terangan melalui wakil wakil fraksinya menyampaikan kepada JOKOWI, sebuah nasehat berharga.

Bahwa politik RASULALLAAH adalah mendekatkan umat pada ilmu dan ulama, yaitu ilmu yang sempurna mengajak keta’atan kepada ALLAAH.

JOKOWI harus meletakkan kebenaran pada tempatnya yang agung, jangan nodai kebenaran demi kepentingan kepentingan sendiri yang dikarang karang seolah menjadi bagian dari kebenaran itu sendiri.

*Sumber: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=207548566248966&set=a.139256663078157.1073741826.100009814724433&type=3&theater

Menangis Karena Kaya


Ada yang menangis karena kaya, yaitu ‘Abdurrahman bin ‘Auf. Cuma karena kekayaannya yang dimiliki, ia menangis. Kenapa bisa?

Menangis Karena Kaya

Dari Ibrahim bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ia bercerita,
أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ – رضى الله عنه – أُتِىَ بِطَعَامٍ وَكَانَ صَائِمًا فَقَالَ قُتِلَ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّى ، كُفِّنَ فِى بُرْدَةٍ ، إِنْ غُطِّىَ رَأْسُهُ بَدَتْ رِجْلاَهُ ، وَإِنْ غُطِّىَ رِجْلاَهُ بَدَا رَأْسُهُ – وَأُرَاهُ قَالَ – وَقُتِلَ حَمْزَةُ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّى ، ثُمَّ بُسِطَ لَنَا مِنَ الدُّنْيَا مَا بُسِطَ – أَوْ قَالَ أُعْطِينَا مِنَ الدُّنْيَا مَا أُعْطِينَا – وَقَدْ خَشِينَا أَنْ تَكُونَ حَسَنَاتُنَا عُجِّلَتْ لَنَا ، ثُمَّ جَعَلَ يَبْكِى حَتَّى تَرَكَ الطَّعَامَ
“Suatu saat pernah dihidangkan makanan kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu. Tetapi waktu itu ia sedang berpuasa. ‘Abdurrahman ketika itu berkata, “Mush’ab bin ‘Umair adalah orang yang lebih baik dariku. Ia meninggal dunia dalam keadaan mengenakan selimut yang terbuat dari bulu. Apabila kepalanya ditutup, maka terbukalah kakinya. Jika kakinya ditutup lebih baik dariku. Ketika ia terbunuh di dalam peperangan, kain yang mengafaninya hanyalah sepotong, maka tampaklah kepalanya. Begitu pula Hamzah demikian adanya, ia pun lebih baik dariku. Sedangkan kami diberi kekayaan dunia yang banyak.” Atau ia berkata, “Kami telah diberi kekayaan dunia yang sebanyak-banyaknya. Kami khawatir, jikalau kebaikan kami telas dibalas dengan kekayaan ini.” Kemudian ia terus menangis dan meninggalkan makanan itu.” (HR. Bukhari, no. 1275)
Hadits di atas disebutkan dalam Riyadh Ash-Shalihin no. 454 pada judul Bab “Keutamaan Menangis Karena Takut pada Allah Ta’ala dan Rindu pada-Nya”.

Kisah ‘Abdurrahman bin ‘Auf dengan Kekayaannya

‘Abdurrahman bin ‘Auf adalah di antara sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira dengan surga. Beliau juga termasuk di antara enam sahabat yang dijadikan oleh Umar untuk khilafah. ‘Abdurrahman juga adalah di antara sahabat yang mengikuti perang Badar yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ ، فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ
Lakukanlah apa yang kalian mau, Allah benar-benar telah mengampuni kalian.” (HR. Bukhari, no. 3007 dan Muslim, no. 2494)
‘Abdurrahman juga termasuk sahabat yang mengikuti Baiatur Ridwan yang disebutkan oleh Allah,
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon.” (QS. Al-Fath: 18)
Beberapa peperangan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pula diikuti oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf.
‘Abdurrahman termasuk orang yang kaya yang rajin bersyukur. Kekayaannya begitu banyak sampai ia tinggalkan ketika meninggal dunia adalah 1000 unta, 3000 kambing, dan 100 kuda. Semuanya digembalangkan di Baqi’, daerah pekuburan saat ini dekat Masjid Nabawi. Beliau memiliki lahan pertanian di Al-Jurf dan ada 20 hewan yang menyiramkan air di lahan tersebut. Artinya, begitu luasnya lahan pertanian yang dimiliki oleh ‘Abdurrahman.

Pelajaran dari Tangisan ‘Abdurrahman bin ‘Auf

Apa yang disebutkan dalam hadits menunjukkan bahwa hendaknya kita menghiasi diri kita dengan sifat tawadhu’. ‘Abdurrahman bin ‘Auf menganggap lainnya lebih baik darinya. Ia menganggap Mush’ab bin ‘Umair dan Hamzah itu lebih baik. Itu tanda bahwa beliau adalah orang yang tawadhu’ atau rendah hati.
Keadaan dua orang sahabat tersebut menunjukkan bahwa mereka adalah orang yang tidak rakus dan begitu zuhud pada dunia. Lihat saja keadaan ketika mereka meninggal dunia, kain kafan pun kurang. Tidak seperti kita-kita yang begitu rakus dan tak pernah letih mengejar dunia. Padahal kekayaan tidak dibawa mati. Yang menemani kita saat di alam kubur justru adalah amalan kita.
Lalu apa yang disedihkan oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf?
Ia sedih jika saja balasan untuk amalan shalihnya disegerakan di dunia dengan kekayaan yang ia peroleh saat itu. Itulah yang beliau takutkan.
Sedangkan kita saat ini, begitu sombong dengan dunia yang kita miliki dan senang untuk memamerkan. Kita malah tak mungkin menangis seperti ‘Abdurrahman bin ‘Auf karena kekayaan yang kita peroleh.
Ibnu Hajar menyatakan, “Hadits ini mengandung pelajaran tentang keutamaan hidup zuhud. Juga ada anjuran bahwa orang yang bagus agamanya hendaknya tidak berlomba-lomba dalam memperbanyak harta karena hal itu akan membuat kebaikannya berkurang. Itulah yang diisyaratkan oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf bahwa beliau khawatir karena kekayaan melimpah yang ia miliki, itulah yang menyebabkan Allah segerakan baginya kebaikan di dunia (sedang di akhirat tidak mendapat apa-apa, pen.).” (Fath Al-Bari, 7: 410)
Ada nasihat dari Ibnu Hubairah, “Jika Allah memberikan karunia limpahan harta pada seorang mukmin, dianjurkan baginya untuk mengingat susahnya hidup orang-orang mukmin sebelum dia.” (Al-Ifshah ‘an Ma’ani Ash-Shahah, 1: 301, dinukil dari Kunuz Riyadh Ash-Shalihin, 7: 180).

Referensi:

Kunuz Ar-Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, tahun 1430 H. Rais Al-Fariq Al-‘Ilmi: Prof. Dr. Hamad bin Nashir bin ‘Abdurrahman Al-‘Ammar. Penerbit Dar Kunuz Isybiliya

Agama Semua Nabi dan Rasul Hanya Satu: ISLAM



قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَالْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلَّاتٍ أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Aku adalah orang yang paling dekat dan paling mencintai Isa bin Maryam di dunia maupun di akhirat. Para nabi itu adalah saudara seayah walau ibu mereka berlainan, dan agama mereka adalah satu."

(HR. Bukhari dalam Kitab Ahadits al-Anbiya’, lihat Fath al-Bari [6/550]. Diriwayatkan pula oleh Muslim dalam Kitab al-Fadha’il dengan redaksi yang agak berbeda)

 هُوَ ٱجۡتَبَٮٰكُمۡ وَمَا جَعَلَ عَلَيۡكُمۡ فِى ٱلدِّينِ مِنۡ حَرَجٍ۬‌ۚ مِّلَّةَ أَبِيكُمۡ إِبۡرَٲهِيمَ‌ۚ هُوَ سَمَّٮٰكُمُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ مِن قَبۡلُ وَفِى هَـٰذَا لِيَكُونَ ٱلرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيۡكُمۡ وَتَكُونُواْ شُہَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ‌ۚ

"Dia telah memilih kamu (Muhammad) dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia." [QS Al-Hajj(22):78]

***
Muhammad ﷺ Penutup Para Nabi dan Hubungan Dakwahnya dengan Dakwah Samawiyah Terdahulu
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penutup para Nabi. Tidak ada Nabi sesudahnya. Ini telah disepakati oleh kaum Muslimin dan merupakan salah satu “aksioma” Islam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Perumpamaan aku dengan Nabi sebelumku ialah seperti seorang lelaki yang membangun sebuah bangunan kemudian ia memperindah dan mempercantik bangunan tersebut kecuali satu tempat batu bata di salah satu sudutnya. Ketika orang-orang mengitarinya, mereka kagum dan berkata, ‘Amboi, jika batu bata ini diletakkan?’ Akulah batu bata itu dan aku adalah penutup para Nabi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hubungan antara dakwah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan dakwah para Nabi terdahulu berjalan di atas prinsip ta’kid (penegasan) dan tatmim (penyempurnaan) sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.

Dakwah para Nabi didasarkan pada dua asas. Pertama, aqidah. Kedua, syariat dan akhlak.

Aqidah mereka sama; dari Nabi Adam ‘alaihis salam sampai kepada penutup para Nabi (Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam). Esensi aqidah mereka ialah iman kepada wahdaniyah Allah. Menyucikan Allah dari segala perbuatan dan sifat yang tidak layak bagi-Nya. Beriman kepada hari akhir, hisab, neraka, dan surga. Setiap Nabi mengajak kaumnya untuk mengimani perkara tersebut. Masing-masing dari mereka datang sebagai pembenaran atas dakwah sebelumnya sebagai kabar gembira akan bi’tsah Nabi sesudahnya. Demikianlah, bi’tsah mereka saling menyambung kepada berbagai kaum dan umat. Semuanya membawa hakikat yang diperintahkan untuk menyampaikan kepada manusia, yaitu dainunah lillahi wahdah (tunduk patuh kepaa Allah semata). Inilah yang dijelaskan Allah dengan firman-Nya,

“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh, dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu tegakkan agama, dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.” (Asy Syura’ [42]: 13)

Tidak mungkin akan terjadi perbedaan aqidah di antara dakwah-dakwah para Nabi karena masalah aqidah termasuk ikhbar (pengabaran). Pengabaran tentang sesuatu tidak mungkin akan berbeda antara satu pengabar dan pengabar yang lain jika kita yakini kebenaran khabar yang di bawahnya. Tidak mungkin seorang Nabi diutus untuk menyampaikan kepada manusia bahwa Allah adalah salah seorang dari yang tiga (Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan). Setelah itu, diutus Nabi lain yang datang sesudahnya untuk menyampaikan kepada manusia bahwa Allah Mahasatu, tiada sekutu bagi-Nya, padahal masing-masing dari kedua Nabi tersebut sangat jujur, tidak akan pernah berkhianat tentang apa yang dikabarkannya.

Dalam masalah syariat, yaitu penetapan hukum yang bertujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat dan pribadi, telah terjadi perbedaan menyangkut cara dan jumlah antara satu Nabi dan Nabi yang lainnya karena syariat termasuk dalam kategori insya’, bukan ikhbar sehingga berbeda dengan masalah aqidah. Selain itu, perkembangan zaman dan perbedaan umat atau kaum akan berpengaruh terhadap perkembangan syariat dan perbedaannya karena prinsip penetapan hukum didasarkan pada tuntunan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Di samping bi’tsah setiap Nabi sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah khusus bagi umat tertentu, bukan untuk semua manusia, hukum-hukum syariatnya hanya terbatas pada umat tertentu, sesuai dengan kondisi umat tersebut.

Musa ‘alaihis salam misalnya, diutus kepada bani Israel. Sesuai dengan kondisi bani Israel pada waktu itu. Mereka memerlukan syariat yang ketat yang seluruhnya didasarkan atas asas ‘azimah, bukan rukhshah.

Setelah beberapa kurun waktu, diutuslah Nabi Isa ‘alaihis salam kepada mereka dengan membawa syariat yang agak longgar bila dibandingkan dengan syariat yang dibawa oleh Nabi Musa. Perhatikan firman Allah melalui Isa ‘alaihis salam yang ditujukan kepada bani Israel,

“…Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu ….” (Ali Imran [3]: 50)

Nabi Isa ‘alaihis salam menjelaskan kepada mereka bahwa menyangkut masalah-masalah aqidah, ia hanya membenarkan apa yang tertera di dalam kitab Taurat, menegaskan dan memperbaharui dakwah kepada mereka. Jika menyangkut masalah syariat dan hukum halal haram, ia telah ditugaskan untuk mengadakan beberapa perubahan, penyederhanaan, dan menghapuskan sebagian hukum yang pernah memberatkan mereka.

Sesuai dengan ini, bi’tsah setiap Rasul membawa aqidah dan syariat.

Dalam masalah aqidah, tugas setiap Nabi tidak lain hanyalah menegaskan kembali (ta’kid) aqidah yang sama yang pernah dibawa oleh para Rasul sebelumnya, tanpa perubahan atau perbedaan sama sekali.

Dalam masalah syariat, setiap Rasul menghapuskan syariat sebelumnya, kecuali hal-hal yang ditegaskan oleh syariat yang datang kemudian, atau didiamkannya. Ini sesuai dengan madzhab orang yang mengatakan bahwa syariat umat sebelum kita adalah syariat bagi kita (juga) selama tidak ada (nash) yang dapat menghapuskannya.

Dari uraian di atas, jelas tidak ada sesuatu yang disebut orang dengan Adyan Samawiyah (agama-agama samawi/langit). Yang ada hanyalah Syariat-Syariat Samawiyah (syariat-syariat langit), di mana setiap syariat yang baru menghapuskan syariat sebelumnya, sampai datang syariat terakhir yang dibawa oleh penutup para Nabi dan Rasul.

Ad Din Al Haq hanya satu, Islam. Semua Nabi berdakwah kepadanya dan memerintahkan kepada manusia untuk tunduk (dainunah) kepada-Nya, sejak Nabi Adam sampai Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Nabi Ibrahim, Isma’il, dan Ya’qub diutus dengan membawa Islam. Firman Allah,

وَمَن يَرۡغَبُ عَن مِّلَّةِ إِبۡرَٲهِـۧمَ إِلَّا مَن سَفِهَ نَفۡسَهُ ۥ‌ۚ وَلَقَدِ ٱصۡطَفَيۡنَـٰهُ فِى ٱلدُّنۡيَا‌ۖ وَإِنَّهُ ۥ فِى ٱلۡأَخِرَةِ لَمِنَ ٱلصَّـٰلِحِينَ (١٣٠) إِذۡ قَالَ لَهُ ۥ رَبُّهُ ۥۤ أَسۡلِمۡ‌ۖ قَالَ أَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ (١٣١) وَوَصَّىٰ بِہَآ إِبۡرَٲهِـۧمُ بَنِيهِ وَيَعۡقُوبُ يَـٰبَنِىَّ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصۡطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ (١٣٢

“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang-orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia, dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang shaleh. Ketika Rabbnya berfirman kepadanya, ‘Tunduk patuhlah!’ Ibrahim menjawab, ‘Aku tunduk patuh kepada Rabb semesta alam.’ Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Nabi Ya’qub. (Ibrahim berkata), ‘Hai anak-anakku! Sesungguhnya, Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk Islam.’” (al-Baqarah [2]: 130-132)

Musa ‘alaihis salam diutus kepada bani Israel juga dengan membawa Islam.

Firman Allah tentang tukang-tukang sihir Fir’aun,

“Ahli sihir itu menjawab, ‘Sesungguhnya, kepada Rabb kamilah kami kembali. Dan kamu tidak membalas dendam dengan menyiksa kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Rabb kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami,’ (Mereka berdua), ‘Wahai Rabb kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami, dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepadamu)”  (al-A’raf [7]: 125-126)

Demikian pula Isa ‘alaihis salam, ia diutus dengan membawa Islam. 

Firman Allah,

 فَلَمَّآ أَحَسَّ عِيسَىٰ مِنۡہُمُ ٱلۡكُفۡرَ قَالَ مَنۡ أَنصَارِىٓ إِلَى ٱللَّهِ‌ۖ قَالَ ٱلۡحَوَارِيُّونَ نَحۡنُ أَنصَارُ ٱللَّهِ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَٱشۡهَدۡ بِأَنَّا مُسۡلِمُونَ

“Maka ketika Isa mengetahui keingkaran dari mereka (bani Israel), berkatalah ia, ‘Siapakah yang akan menjadi penolongku untuk (menegakkan agama Allah)’ Para Hawariyyun (sahabat-sahabat setia) menjawab, ‘Kamilah penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada-Nya, dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang Muslim.’” (Ali Imran [3]: 52)

Mungkin timbul pertanyaan, mengapa orang-orang yang menganggap dirinya pengikut Musa ‘alaihis salam menganut aqidah yang berbeda dari aqidah tauhid yang dibawa oleh para Nabi? Mengapa orang-orang yang menganggap dirinya pengikut Isa ‘alaihis salam meyakini akidah lain?

Jawaban atas pertanyaan ini terdapat dalam firman Allah,

“Sesungguhnya, agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam, tiada berselisih orang-orang yang telah diberi al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka….” (Ali Imran [3]: 19)

“Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah melainkan sesudah datangnya pengetahuan kepada mereka karena kedengkian di antara mereka. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Rabbmu dahulunya (untuk menangguhkan siksa) sampai kepada waktu yang telah ditentukan, pastilah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka al-Kitab (Taurat dan Injil) sesudah mereka, benar-benar dalam keraguan yang mengguncangkan tentang kitab itu,” (Asy Syura’ [42]: 14)

Dengan demikian, semua Nabi diutus dengan membawa Islam yang merupakan agama di sisi Allah. Para Ahli Kitab mengetahui kesatuan agama ini. Mereka juga mengetahui bahwa para Nabi diutus untuk saling membenarkan dalam hal agama yang diutusnya. Mereka (para Nabi) tidak pernah berbeda dalam masalah aqidah. Akan tetapi, para Ahli Kitab sendiri terpecah belah dan berdusta atas Nabi kendatipun telah datang pengetahuan tentang hal itu kepada mereka karena kedengkian di antara mereka, sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah di atas.[]

__
Sumber: SIRAH NABAWIYAH, DR Muhammad Sa'id Ramadhan Al-Buthy

Tuesday, 22 December 2015

PEMBEBASAN TANAH UNTUK PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR'AN AL WASATHIYAH



Bismillah.
Insyaallah akan segera berdiri pondok pesantren tahfidzul qur'an  Al Wasathiyah di desa Kenongomulyo, Kec. Nguntoronadi, Kab. Magetan Jawa Timur. yang pada saat ini dalam rangka pembebasan tanah dan bangunan.
Oleh karena itu pengurus  Yayasan  Islam Al Wasathiyah yang menaungi Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Al Wasathiyah memberi kesempatan kepada para dermawan untuk berpartisipasi dalam pembebasan tanah untuk pondok tersebut.
900000 untuk 3 m2
600000 untuk 2 m2
300000 untuk 1 m2
atau seberapapun donasi yang diberikan kepada kami akan kami terima.
bantuan anda dapat disalurkan ke Rekening BRI atas nama Yayasan Al Wasathiyah.
no rekening 6360-01-008683-53-5
setelah tranfer dimohon konfirmasi ke no Hp 085731940385,085102869709  Drs Suparmin ( Ketua Yayasan )
085236212728 Ustadz Erfan Hanafi  ( Pimpinan Pondok )

Semoga Allah Memudahkan untuk menginfakan harta dijalan Allah, dan Allah melipat gandakan balasan baik di dunia dan Aherat.

Menerima Orderan Natal


Apa hukum menerima orderan atau pesanan natal? Seringkali didapat pertanyaan hangat seperti ini menjelang natal terutama dari para pelaku bisnis karena banyak orderan menjelang natal 25 Desember.
Tentu saja kita selaku muslim tidak mendukung ritual keagamaan non-muslim. Menerima orderan berkaitan dengan acara natal berarti mendukung. Mendukung seperti ini tidaklah dibolehkan dalam agama kita.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. ” (QS. Al-Maidah: 2). Ayat ini menunjukkan bahwa terlarang saling tolong menolong dalam maksiat.
Kami cuma ingatkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut bagi yang begitu khawatir rugi karena meninggalkan order yang tidak boleh diterima seorang muslim.
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik bagimu.” (HR. Ahmad 5/363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Padahal rezeki kita tidak pernah tertukar. Kenapa khawatir?


Moga siapa saja yang meninggalkan sesuatu karena Allah, moga usaha dan bisnisnya lebih berkah.

10 Alasan Istri Tidak Mau Dipoligami


Perlu dipahami …
Sebagian wanita khawatir sekali jika suaminya memilih poligami …
Tahu tidak kenapa?

Alasan pertama …

Karena istri tersebut sangat menyayangi suami.

Alasan kedua …

Karena istri tersebut takut suaminya melalaikan dirinya.

Alasan ketiga …

Karena istri tersebut takut suaminya melalaikan anak-anaknya.

Alasan keempat …

Karena istri tersebut khawatir suaminya tidak bisa adil dalam hal nafkah.
Walau masalah cinta sulit untuk dibuat adil.

Alasan kelima …

Karena istri tahu bahwa suami tidak bisa adil dalam memberikan jatah malam antara istri tua dan muda. Padahal tidak bisa adil dalam hal ini, kena ancaman berat pada hari kiamat.

Alasan keenam …

Karena istri merasa suami masih kurang berilmu, sehingga sulit membina rumah tangga poligami dengan baik.

Alasan ketujuh …

Karena istri tidak mau keluarga besarnya yang belum paham kecewa dan sedih.

Alasan kedelapan …

Karena istri merasa keinginan suami hanya ingin dibilang paling mengikuti sunnah, bukan lillahi ta’ala.

Alasan kesembilan …

Karena istri tidak mau suami merusak rumah tangga yang telah lama dibangun.

Alasan kesepuluh …

Karena istri tidak mau jauh dari suami, ingin terus bersama, sehidup sesurga.

So …

Syukurlah kalau alasannya seperti itu ada pada istri Anda. Itu tanda istri benar-benar menyayagi Anda, maka jagalah ia dengan baik. Setiap yang punya keinginan berpoligami seharusnya memikirkan bahwa melanjutkan rumah tangga itu lebih mudah daripada membangun dari awal lagi.

Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Khalifah Umar dan Lampu Minyak


Pada suatu malam Khalifah Umar bin Abdul Aziz sedang menulis, lalu datang lah seorang tamu.

Saat ia melihat lampu minyak hampir padam, si tamu menawarkan diri, "Biarlah saya yang membesarkan nyalanya."

Tapi Umar menjawab, "Jangan, tidaklah ramah menjadikan tamu sebagai pelayan."

Maka si tamu lalu berkata, "Kalau begitu biarkan saya panggilkan pelayan."

Umar menolak, "Jangan, ia baru saja pergi tidur."

Lalu beliau sendiri pergi ketempat penyimpanan minyak, dan mengisi lampu yang hampir padam itu.

Lalu si tamu berseru, "Tuan lakukan pekerjaan ini sendiri, wahai Amirul Mukminin?"

Umar berkata padanya, "Aku melangkah dari sini sebagai Umar, dan kembali kesini masih sebagai Umar pula."

[Begitulah ketawadhuan Khalifah Umar. Beliau tetaplah hanya Umar tak berubah oleh jabatan, hanya seorang manusia, sama dengan manusia yang lain. Jabatan Amirul Mukminin adalah amanah untuk melayani bukan dilayani]