Saturday, 28 May 2016

Alhamdulillah, Segala puji bagimu ALLah."Pendeta Kristen Kharismatik ini Akhirnya Masuk Islam"

Ba'da Dzuhur kemarin siang seorang pendeta Kristen Kharismatik dari Kelapa Gading, Jakarta masuk Islam di Asrama Haji Jakarta.
Baca selengkapnya di sini http://www.beritaislam24h.com/2016/05/allahu-akbar-pendeta-kristen.html

Wednesday, 25 May 2016

Islam Contoh Terbaik sebagai Model Masyarakat Madani

Problematika dalam mewujudkan Masyarakat Madani saat ini terutama karena tidak adanya model nyata yang dapat menjadi contoh atau patokan. Karena itu seharusnya kita merujuk model Masyarakat Madani yang telah pernah ada dalam sejarah Islam.
Demikian disampaikan Wakil Sekjend Majelis Ulama Indonesia Pusat (MUI)  Muhammad Zaitun Rasmin   di acara Konferensi Internasional “Forum Doha” di Qatar, Senin (23/05/2016)
“Sebab tidak ada walau satu negarapun atau satu komunitas manapun yang dapat memerankan sebagai model masyarakat madani,” ujar Zaitun.
“Itu dapat ditemukan dalam sejarah indah umat Islam yang pernah mewujudkan Masyarakat Madani dalam banyak episode sejarahnya,” lanjutnya di acara yang dihadiri perwakilan berbagai Negara.
Zaitun mencontohkan masyarakat Madinah ketika kepemimpinan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Juga di zaman  Khulafaurrasyidin khususnya pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab . Kemudian di zaman Umar bin Abdul ‘Aziz dari Bani Umayyah dan di zaman Harun Ar Rasyid dari Bani Abbasiyah. Dan beberapa episode lain sesudah itu di Andalusia (Spanyol) dan pada Khilafah Utsmaniyah.
Menurut Pimpinan Wahdah Islamiyah ini, ada 3 unsur penting yang dapat menjadi alasan mengapa  Islam bisa menjadi model bagi perwujudan Masyarakat Madani.
Pertama, dia sangat jelas dan lengkap dalam semua  sisi ideal masyarakat madani. Kedua, dia telah terjadi berulang ulang, sehingga bukan sesuatu yang kebetulan. Ketiga, konsep lengkap tentang dasar dan metode pembangunan masyarakat madani tersebut sampai sekarang masih otentik dan sangat lengkap dengan berbagai variasi pengembangannya. Bahkan konsep itu sangat dinamis tanpa harus kehilangan dasar-dasarnya.
“Karena itu saya mengajak para pakar yang menggeluti bidang ini terlebih lebih dari kalangan kaum Muslimin untuk kembali mengkaji secara mendalam hal tersebut dan tidak malu untuk menampilkannya dalam konferensi dan forum- forum internasional seperti pada Forum Doha ini,” papar Wakil Ketua MIUMI ini.
Usai memberikan tanggapan tersebut, banyak dari peserta menyatakan salut dan sangat setuju dengan masukan tersebut. Di antaranya Professor Charles Chatterjee dari Ingris,  Professor Seydou Diouf dari Senegal  dan Duta besar Mauritania di Doha Qatar dimana forum ini juga dihadiri oleh banyak dubes dan diplomat manca negara yang bertugas di Doha.
Hari ketiga  Konferensi Internasional Forum Doha Qatar  membahasa upaya mewujudkan Masyarakat  Madani  dengan tema:  “The Developmental Role of Masyarakat Madaniin The Developing Countries- Selected Models”.
Pembicara pada sesi ini berasal dari 6 negara,yakni Oman, Turki, Qatar, USA, Bulgaria dan Tunisia. Sectetary General of Sultan Qaboos Higher Center fo Cultute and Science Oman,Habib bin Mohammad Al Riyami. School of Public Affairs University of Minnesota, USA Dr.Eric Schwartz. Executif Director Social Development Centre Qatar,Amal Al – Mannai. Director The Tunisia National Youth Observatory Tunisia, Mr.Mohamed Jouili. Member Trustee Council of the Tirkish Humanitarian Relief Foundation Turki. Expert,Bulgarian Institute of International Affairs, Bulgari, Mr. Vladimir Petrov Shopov.*


hidayatullah.com
mas. anwar

Sunday, 22 May 2016

LARANGAN PUASA SEHARI ATAU DUA HARI SEBELUM RAMADHAN

Ada ilmu yang mesti diperhatikan sebelum melaksanakan puasa Ramadhan. Ada larangan yang berisi perintah untuk tidak berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan. Karena ada yang punya tujuan melaksanakan puasa sebelum itu untuk hati-hati atau hanya sekedar melaksanakan puasa sunnah biasa.

Hadits yang membicarakan hal ini disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Marom hadits no. 650 sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
لاَ تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ
Janganlah kalian berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan kecuali seseorang yang punyakebiasaan puasa, maka bolehlah ia berpuasa.” (HR. Bukhari no. 1914 dan Muslim no. 1082).
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1- Dalil ini adalah larangan berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan karena ingin hati-hati dalam penentuan awal Ramadhan atau hanya ingin melaksanakan puasa sunnah biasa (puasa sunnah mutlak).
2- Larangan di sini adalah larangan haram, menurut pendapat lebih kuat karena hukum asal larangan demikian sampai ada dalil yang menyatakan berbeda.
3- Dikecualikan di sini kalau seseorang yang punya kebiasaan puasa tertentu seperti puasa Senin Kamis, atau puasa Daud (sehari puasa, sehari tidak puasa), kalau dilakukan satu atau dua hari sebelum Ramadhan, maka tidaklah mengapa.
4- Begitu pula dikecualikan jika seseorang ingin melaksanakan puasa wajib, seperti puasa nadzar, kafaroh atau qodho’ puasa Ramadhan yang lalu, itu pun masih dibolehkan dan tidak termasuk dalam larangan hadits yang kita kaji.
5- Hikmah larangan ini adalah supaya bisa membedakan antara amalan wajib (puasa Ramadhan) dan amalan sunnah. Juga supaya kita semakin semangat melaksanakan awal puasa Ramadhan. Di samping itu, hukum puasa berkaitan dengan melihat hilal (datangnya awal bulan). Maka orang yang mendahului Ramadhan dengan sehari atau dua hari puasa sebelumnya berarti menyelisihi ketentuan ini.
6- Ada hadits yang berbunyi,
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلاَ تَصُومُوا
Jika sudah mencapai separuh dari bulan Sya’ban, janganlah kalian berpuasa. (HR. Abu Daud no. 2337). Hadits ini seakan-akan bertentangan dengan hadits yang sedang kita kaji yang menyatakan larangan berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan. Artinya, puasa sebelum itu masih boleh meskipun setelah pertengahan Sya’ban. Dan sebenarnya, hadits ini pun terdapat perselisihan pendapat mengenai keshahihannya. Jika hadits tersebut shahih, maka yang dimaksudkan adalah larangan puasa sunnah mutlak yang dimulai dari pertengahan bulan Sya’ban. Adapun jika seseorang punya kebiasaan puasa seperti puasa Senin-Kamis, puasa Daud, atau ingin menyambung puasa Sya’ban karena separuh pertama melakukannya, begitu pula karena ingin mengqodho’ puasa Ramadhan, maka seperti itu tidaklah masuk dalam larangan berpuasa setelah pertengahan Sya’ban.
7- Islam memberikan batasan dalam melakukan persiapan sebelum melakukan amalan sholih seperti yang dimaksudkan dalam hadits ini untuk puasa Ramadhan.
Semoga sajian singkat di sore ini bermanfaat bagi pengunjung Rumaysho.Com sekalian sebagai persiapan ilmu sebelum Ramadhan. Wallahu waliyyut taufiq.
Referensi:
Fathu Dzil Jalali wal Ikrom bi Syarh Bulughil Marom, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, 7: 1827.
Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughil Marom, Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan ketiga, tahun 1432 H, 5: 78.

CAPY RUMAYSHO.COM

UNTUK PEMANASAN PUASA SEMINGGU SEBELUM RAMADHAN BOLEH KAH ?

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدٌ الشَّهْرَ بِيَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَحَدٌ كَانَ يَصُومُ صِيَامًا قَبْلَهُ فَلْيَصُمْهُ
“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakan puasa pada hari tersebut maka puasalah.” (HR. Abu Daud no. 2335, An Nasai no. 2173, Tirmidzi no. 687 dan Ahmad 2: 234. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin bahwa berdasarkan hadits di atas bisa kita tarik beberapa faedah di antaranya larangan berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan.  Sekaligus hadits tersebut jadi dalil bahwa berpuasa setelah pertengahan Sya’ban masih dibolehkan. Sedangkan dalil yang menyatakan,
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلاَ تَصُومُوا
“Jika tersisa separuh bulan Sya’ban, janganlah berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 738 dan Abu Daud no. 2337). Hadits ini tidak menunjukkan keharaman. Ditambah lagi hadits tersebut adalah hadits dho’if.  Imam Ahmad telah mengingkari hadits tersebut namun ulama lainnya ada yang menshahihkan atau menghasankannya, serta dijadikan juga sebagai dalil. … Namun yang tepat masih tetap boleh berpuasa setelah pertengahan Sya’ban sampai satu atau dua hari sebelum Ramadhan.” (Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 7: 23).
Di samping itu setelah pertengahan Syaban masih tetap berpuasa dikarenakan ada anjuran banyak berpuasa di bulan Syaban. Kalau dikatakan banyak berarti masih dibolehkan pula setelah pertengahan Syaban untuk berpuasa. Sebagaimana kata ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156)